Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan kenaikan batas minimum permodalan bagi industri perasuransian. Regulator merasa perlu mengubah aturan permodalan tersebut karena modal minimum industri asuransi saat ini dinilai terlalu rendah jika dibandingkan dengan risiko usaha yang ada dalam industri jasa keuangan ini. Aturan baru tersebut juga mengisyaratkan bakal diberlakukan bagi perusahaan asuransi eksisting maupun perusahaan yang akan berdiri termasuk di industri asuransi jiwa.
Saat ini, ketentuan syarat batas minimum modal disetor untuk bisnis asuransi diatur dalam Peraturan OJK Nomor 67/POJK.05/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah (POJK No. 67 Th 2016). Persyaratan batas minimum modal yang disetor oleh perusahaan asuransi diatur dalam Pasal 6 POJK tersebut.
Rencana OJK untuk meningkatkan persyaratan modal minimum dalam industri asuransi memang dapat memiliki beberapa implikasi bagi perusahaan asuransi, pemegang polis, dan skala ekonomi yang lebih luas.
Terkait rencana regulator tersebut, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon mengatakan bahwa ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dalam peningkatan ketentuan modal minimun perusahaan asuransi tersebut. Industri asuransi merupakan capital intensive atau industri keuangan yang memang membutuhkan modal.
“Di sisi lain, tantangan dan tuntutan perusahaan asuransi dewasa ini sudah sangat berbeda dari 10 tahun-20 tahun lalu,” kata Budi usai paparan kinerja industri asuransi jiwa kuartal I/2023 di Jakarta, 24 Mei 2023.
Untuk itu, lanjut Budi, bisa mengerti dan pada dasarnya setuju, (permodalan) harus di-review dan ditingkatkan supaya perusahaan asuransi memiliki ketahanan yang lebih baik.
Budi mengatakan, anggota asosiasinya relatif siap menjalankan wacana tersebut. Pasalnya, sebagian besar dari 56 anggotanya, sudah memiliki ekuitas di atas Rp500 miliar. “Mungkin ada beberapa yang Rp250 miliar-Rp500 miliar, ada sedikit yang antara Rp100 miliar-Rp250 miliar, dan rasanya hanya ada satu saja di bawah Rp100 miliar, artinya sedang tidak sehat. Jadi, kalau dinaikkan ke Rp250miliar atau Rp300 miliar, rasanya relatif siap. Kalau ke Rp500 miliar, sebagian besarnya sudah siap,” tegas Budi.
Adapun, yang menjadi perhatian lanjutnya, adalah apakah sungguh-sungguh diperlukan bagi perusahaan asuransi yang hanya mengerjakan bisnis tertentu tetap harus memenuhi aturan modal minimum yang baru nantinya. “Bisnis tertentu yang tidak terlalu capital intensive tentu tidak perlu menaruh modal lebih besar, tapi modal tersebut bisa ditaruh ke tempat bisnis lainnya. Karena bagaimana para pemegang saham perusahaan ini adalah investor,” ujar dia.
Menurut Budi tidak menutup kemungkinan bila nantinya ada beberapa perusahaan asuransi yang harus melalui proses akuisisi dan merger untuk memenuhi aturan ekuitas baru itu. Akuisisi dan merger itu bisa menjadi solusi yang dipertimbangkan oleh industri jika aturan baru diterbitkan.
“Itu harus kita lihat nantinya bagaimana, Tapi itu (akuisisi dan merger) memang salah satu solusi bagi mereka yang pada saat peraturan mulai atau menjelang berlaku belum bisa dinaikkan, pastinya harus bergabung. Kita ‘kan masih belum tahu berapa besar nanti kenaikannya. Apakah Rp200 miliar atau Rp300 miliar, karena masih akan dibicarakan, saat ini masih terlalu dini. Tapi semua titip ke asosiasi tolong dibicarakan dengan baik-baik. Kami menyadari memang harus naik, tapi di angka berapa dan dalam jangka waktu berapa lama, ini ‘kan yang harus dibicarakan dengan semua pihak,” tegas Budi.
Seperti diketahui, dalam rancangan yang disusun OJK dan sudah dibagikan ke asosiasi dan perusahaan asuransi dan reasuransi, ketentuan modal minimum ini ditingkatkan secara bertahap.
Untuk perusahaan asuransi konvensional modal minimumnya ditingkatkan dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar pada 2026. Kemudian 2028 ditingkatkan lagi menjadi Rp1 triliun. Selanjutnya, untuk perusahaan reasuransi konvensional, modal minimumnya ditingkatkan dari Rp200 miliar menjadi Rp1 triliun pada 2026 dan menjadi Rp2 triliun tahun 2028.
Kemudian, modal minimum perusahaan asuaransi syariah ditingkatkan dari Rp50 miliar menjadi Rp250 miliar tahun 2026, dan menjadi Rp500 miliar tahun 2028.
Untuk perusahaan reasuransi syariah, modal minimum ditingkatkan dari Rp100 miliar menjadi Rp500 miliar pada 2026 dan Rp1 trilun tahun 2028.
Sementara itu, ketentuan modal minimum untuk perusahaan asuransi dan reasuransi yang baru berdiri syarat modal disetor minimum perusahaan asuransi konvensional yang baru berdiri langsung ke Rp1 triliun, perusahaan reasuransi konvensional Rp2 triliun, perusahaan asuransi syariah Rp500 miliar dan perusahaan reasuransi syariah menjadi Rp1 triliun.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News