1
1

Asuransi Kesehatan yang Sedang Tidak Sehat

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Ada satu statement menggelitik dari dr R Cahyono, Pakar Pengobatan Naturopati Holistik, saat menjadi narasumber program podcast youtube Deddy Corbuzier. “Banyak orang yang enggak happy kalau orang Indonesia banyak yang sehat tanpa obat,” kira-kira seperti itu pernyataannya.

Bahkan, dia menambahkan banyak orang yang tidak suka bila program edukasi kesehatan dilakukan secara massif kepada masyarakat. Oleh karena itu, jelasnya, tak heran bila program kesehatan yang dilakukan pemerintah saat ini lebih fokus pada tindakan kuratif, salah satunya dengan memperbanyak jumlah rumah sakit.

Saat ini, bisnis kesehatan mengalami inflasi medis yang tinggi. Ini menunjukkan terjadi kenaikan harga fasilitas kesehatan, biaya perawatan rumah sakit termasuk biaya layanan, obat, dan tes kesehatan. Menurut MMB Health Trends 2024 yang dirilis oleh Mercer Marsh Benefit (MMB) yang terafiliasi dengan perusahaan pialang asuransi global Marsh McLennan, biaya medis di Indonesia akan naik sebesar 13 persen pada 2024. Secara global, peningkatan inflasi medis di atas 10 persen terjadi pascapandemi Covid-19. Sebelum pandemi, inflasi medis berada pada angka sekitar 9 persen.

Tingginya biaya medis tersebut menyebabkan klaim asuransi kesehatan baik yang ditanggung oleh perusahaan asuransi jiwa maupun perusahaan asuransi umum, mengalami peningkatan signifikan. Kenaikan biaya klaim akibat inflasi medis ini tak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di seluruh dunia.

Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat klaim asuransi kesehatan sepanjang 2023 mencapai Rp20,83 triilun atau naik 24,9 persen dibandingkan dengan realisasi 2022 sebesar Rp16,68 triliun. Sementara itu, berdasar data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) klaim asuransi kesehatan sepanjang 2023 mencapai Rp6,36 triliun atau meningkat 13,7 persen dibandingkan dengan realisasi klaim kesehatan 2022 sebesar Rp5,59 triliun.

Hasil kajian Lembaga Riset Media Asuransi (LRMA) menunjukkan bahwa rasio klaim asuransi kesehatan baik di industri asuransi jiwa maupun asuransi umum mengalami tren kenaikan dalam kurun 5 tahun terakhir. Rasio klaim asuransi kesehatan di industri asuransi jiwa naik dari 86,30 persen pada 2019 menjadi 98,25 persen pada 2023, sedangkan rasio klaim asuransi kesehatan di industri asuransi umum naik dari 85,78 persen pada 20219 menjadi 95,57 persen.

Sebagai catatan, rasio klaim tersebut belum memasukkan unsur biaya akuisisi yang porsinya bisa mencapai 15 persen dari premi. Artinya, bisnis asuransi kesehatan dalam kondisi sedang tidak sehat alias tidak untung.  Ini tentu menjadi kabar buruk di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya memiliki asuransi kesehatan pascapandemi Covid-19. Di satu sisi, masyarakat mulai tertarik membeli asuransi kesehatan, tetapi di sisi lain produk asuransi kesehatan tak menguntungkan bagi perusahaan asuransi.

Asuransi kesehatan merupakan salah satu produk asuransi yang dijual oleh perusahaan asuransi jiwa dan asuransi umum. Secara portofolio, asuransi kesehatan memang kontribusinya tak besar terhadap total pendapatan premi industri asuransi. Dalam dua tahun terakhir, kontribusi premi asuransi kesehatan di asuransi jiwa hanya 8 persen-10 persen, sedangkan di asuransi umum hanya 6,5 persen. Meski kontribusinya tak besar, produk ini punya prospek cerah untuk digarap ke depannya di tengah meningkatnya awareness masyarakat terhadap asuransi kesehatan.

Selain faktor inflasi medis yang secara tren global naik, terdapat faktor lain yang membuat rasio klaim asuransi kesehatan hampir tembus 100 persen yaitu overcharge biaya dari rumah sakit. Sudah menjadi rahasia umum bila tagihan medis yang ditanggung pasien yang menggunakan asuransi akan lebih besar ketimbang pasien non-asuransi.

Ini terjadi karena biasanya pihak rumah sakit melalui para dokternya menambahkan berbagai pemeriksaan laboratorium, meresepkan obat-obatan atau terapi yang sebenarnya tidak mendesak bagi pasien. Bahkan ada rumor, para dokter ini mendapatkan target selayaknya ‘marketing’ dari manajemen rumah sakit. Tentu kita berharap tidak semua rumah sakit melakukan hal demikian.

Lalu, bagaimana cara menyehatkan bisnis asuransi kesehatan agar tetap prospektif bagi perusahaan asuransi? Caranya memang tidak mudah, bahkan cenderung sulit karena melibatkan lintas sektoral dan lintas regulator. Biaya medis yang melibatkan rumah sakit regulasinya di bawah kementerian kesehatan, sedangkan asuransi kesehatan yang melibatkan perusahaan asuransi regulasinya di bawah OJK.

Tentu kedua regulator ini harus duduk bersama dan bersinergi dalam mengatasi masalah yang sedang dialami oleh asuransi kesehatan saat ini. Semua pihak harus mendukung perbaikan ekosistem kesehatan di Indonesia. Jangan sampai, bisnis rumah sakitnya tumbuh tetapi perusahaan asuransinya sekarat. Kalau perusahaan asuransi tidak mau lagi menanggung biaya berobat, rumah sakit juga yang akan dirugikan karena pasien akan berpikir dua kali untuk berobat ke rumah sakit. Apa mau seperti itu?

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Memperkuat Pialang (Re) Asuransi & Adjuster
Next Post Bambang Suseno: Jadi Katalis Perbaikan Bisnis Kepialangan Asuransi

Member Login

or