1
1

Jangan Euforia Dulu, Pandemi Belum Berakhir

Setelah terkontraksi selama 5 kuartal berturut-turut akibat dampak pandemi Covid-19 yang membuat Indonesia masuk jurang resesi, laju pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II/2021 akhirnya mampu tumbuh positif sebesar 7,07 persen atau pertumbuhan tertinggi sejak kuartal IV/2004. Rapor Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) yang positif ini memang memberikan asa bahwa tren pemulihan ekonomi mulai tercipta di tengah kasus pandemi Covid-19 yang belum usai.

Secara tren, pemulihan ekonomi tercatat mulai berlangsung sejak kuartal III/2020 dengan angka pertumbuhan minus 3,49 persen atau membaik dari posisi kuartal II/2020 sebesar minus 5,32 persen. Sejak saat itu, koreksi pertumbuhan ekonomi terus berkurang menjadi minus 2,19 persen pada kuartal IV/2020 dan minus 0,71 persen pada kuartal I/2021. Tren pemulihan ekonomi terjadi karena pemerintah mulai melonggarkan kebijakan pembatasan aktivitas sosial masyarakat. Artinya, perputaran roda ekonomi akan sangat bergantung pada kebijakan restriktif pemerintah. Bila restriksi dilakukan maka perputaran ekonomi bakal lamban atau bahkan terhenti, sedangkan bila relaksasi dilakukan maka roda ekonomi bakal berputar normal.

Euforia atas pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif pada kuartal II/2021 boleh-boleh saja. Akan tetapi, perlu diingat bahwa periode kuartal II/2021 adalah April, Mei, dan Juni. Pada periode April-Juni 2021 tersebut pemerintah belum menerapkan kebijakan restriktif yang sangat ketat seperti laiknya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada awal April 2020. Pemerintah baru memberlakukan kebijakan restriksi ketat pada 3 Juli 2021 melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dalam rangka merespons kenaikan kasus positif Covid-29 yang melonjak tinggi. Perlu dicatat bahwa meski tren kasus positif sudah turun dari level tertinggi 56.757 per hari, tetapi per 11 Agustus 2021 angkanya masih 30.625 per hari atau belum kembali di bawah 10.000. Kondisi ini membuat pemerintah belum mau mengakhiri masa PPKM.

Dalam editorial sebelumnya, kami telah mengingatkan bahwa kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat berpotensi mengakibatkan turbulensi bagi ekonomi meski tak sebesar turbulensi yang dipicu oleh pemberlakuan PSBB. Namun, setidaknya turbulensi akibat PPKM darurat ini bakal menghambat laju pemulihan ekonomi. Turbulensi kedua ini kemungkinan baru akan tecermin dalam laporan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2021. Setidaknya data Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Juli menunjukkan sinyal bakal adanya turbulensi tersebut. PMI Manufaktur Indonesia tercatat kembali terkontraksi untuk pertama kalinya setelah 9 bulan berada di level ekspansif. PMI Manufaktur turun ke angka 40. Angka di bawah 50 menunjukkan terjadinya kontraksi aktivitas sektor manufaktur.

Penurunan PMI Manufaktur ini dipicu oleh penurunan output dan permintaan baru karena terhambatnya produksi dan permintaan. Bahkan permintaan ekspor baru tercatat turun untuk pertama kalinya sejak 4 bulan terakhir. Hal ini menunjukkan permintaan di level global juga sedang menurun seiring dengan eskalasi pandemi Covid-19 dan penyebaran varian Delta di beberapa negara. Negara-negara yang tadinya sudah tancap gas pemulihan ekonomi karena telah berhasil menurunkan jumlah kasus positif pun kini mulai bersiap-siap untuk kembali menginjak rem seiring dengan peningkatan kasus Covid-19 varian Delta.

Dari sisi permintaan, survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia pada bulan Juli 2021 juga menunjukkan pesimisme masyarakat. IKK turun menjadi 80,2 dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 107,4. Indeks di atas 100 berarti pada area optimistis, sedangkan di bawah 100 berarti pada area pesimistis. Penurunan IKK Juli 2021 terutama disebabkan oleh melemahnya ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi pada 6 bulan mendatang.

Tak bisa dipungkiri bahwa pandemi masih terjadi dengan varian virus yang lebih ganas sehingga tantangan pemulihan ekonomi belum berakhir. Bagaimana progress penanganan pandemi dan respons kebijakan apa yang digunakan pemerintah dalam mencegah penyebaran virus adalah kunci penting dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi saat ini. Besar kecil skala restriksi yang dilakukan pemerintah, akan berdampak negatif bagi perputaran roda ekonomi. Oleh karena itu, percepatan pembentukan herd immunity melalui program vaksinasi adalah harga mati. Mengutip data Kementerian Kesehatan, total vaksinasi dosis I baru mencapai 25,15 persen dan dosis II baru 12,38 persen dari target sasaran vaksinasi. Artinya, realisasi program vaksinasi masih jauh panggang dari api untuk mencapai target herd immunity.

Sebelum herd immunity ini terbentuk, lonjakan kasus positif Covid-19 berpotensi kembali terjadi mengingat pada bulan Desember ada momen libur Natal dan Tahun Baru. Jangan lupa bahwa lonjakan kasus Covid-19 gelombang kedua dipicu oleh momen libur panjang sekolah dan lebaran. Akan kah kondisi yang sama bakal terulang kembali? Jangan euforia dulu! Achmad Aris

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post 30 Market Leaders Asuransi Indonesia Mampu Bertahan dan Tumbuh di Masa Resesi
Next Post Galery Eksekutif

Member Login

or