Seorang eksekutif asing yang bekerja di suatu perusahaan asuransi patungan yang berkantor pusat di Jakarta mengungkapkan bahwa “insurance is very very regulated industry”. Karena, menurutnya, asuransi sebagai lembaga keuangan non bank menghimpun dana masyarakat yang disebut premi. Dan premi ini merupakan dana yang diperoleh perusahaan asuransi karena nasabah atau tertanggung mengalihkan risiko-risiko yang dihadapinya kepada perusahaan asuransi.
Apa yang dikemukakan oleh ekspatriat yang bekerja di Jakarta mengenai ketatnya regulasi yang mengatur asuransi dapat dipahami. Karena, memang berlaku di seluruh dunia. Bahkan ia menambahkan bahwa “No every country has a nuclear plant. But no country without insurance”. Meski, ada ciri khas yang diatur oleh regulator dalam industri asuransi suatu negara. Misalnya, untuk kawasan ASEAN, industri asuransi Indonesia termasuk yang memberikan keleluasaan kepemilikan asing lebih dari 50 persen. Bahkan sampai 80 persen. Sementara di negara-negara anggota ASEAN lainnya, kepemilikan asing masih dibatasi di bawah 50 persen.
Perusahaan asuransi yang memperoleh premi kemudian melakukan investasi dana tersebut, yang diharapkan nantinya akan mampu untuk membayar klaim atau tuntutan ganti rugi nasabah atau tertanggung tersebut. Untuk asuransi jiwa di Indonesia, perusahaan asuransi jiwa mengenalkan produk-produk asuransi yang berbalut investasi. Artinya, produk tersebut merupakan gabungan perlindungan risiko atau asuransi dengan investasi. Dalam produk yang demikian itu, dana investasi harus dikembalikan setelah jatuh tempo atau atas permintaan nasabah atau tertanggung. Produk asuransi yang berbalut investasi, misalnya, yang akhir-akhir ini menjadi pembicaraan yaitu saving plan.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon, produk saving plan bukan hanya di Indonesia, tapi juga ada di negara lain. Bahkan sudah ada sejak 1990-an. “Jadi bukan hanya di Indonesia,” katanya ketika makan malam bersama pemimpin redaksi media massa di Jakarta akhir Januari 2020.
Budi Tampubolon mengakui bahwa AAJI tidak bisa masuk terlalu dalam ke kinerja keuangan anggota-anggotanya, yaitu perusahaan asuransi jiwa. “Itu wewenang regulator. Sedangkan kami di asosiasi memang menerima laporan kinerja keuangan dari anggota,” katanya menjawab pertanyaan seorang pemimpin redaksi.
Memang kasus gagal bayar suatu perusahaan asuransi jiwa, ketika investasi yang dipercayakan oleh nasabah atau tertanggung jatuh tempo, tentunya mengejutkan masyarakat. Lebih-lebih masyarakat yang belum memahami benar apa itu asuransi jiwa dan apa itu investasi, serta produk asuransi gabungan keduanya. Bahkan seorang direktur utama suatu perusahaan asuransi jiwa, yang baru beberapa bulan mengelola perusahaan tersebut mengatakan bahwa ia akan mengembalikan perusahaan asuransi jiwa itu sebagai perusahaan asuransi. Tampaknya, produk asuransi berbalut investasi dipandang bukan produk asuransi oleh presiden direktur asuransi jiwa tersebut.
Dengan kasus gagal bayar perusahaan asuransi jiwa untuk mengembalikan investasi nasabah atau tertanggungnya, bisa saja memberikan persepsi yang salah terhadap beroperasinya perusahaan asuransi jiwa khususnya, dan industri asuransi secara keseluruhan. Padahal, perusahaan asuransi yang bermasalah tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain terjadi. Bahkan di industri asuransi negara-negara maju. Memang seleksi alam terjadi dalam perjalanan waktu di industri asuransi di mana pun. Yang dikelola dengan baik, yang mematuhi aturan good corporate governance, dan terbebas dari moral hazard, biasanya akan survive.
Dalam kasus gagal bayar perusahaan asuransi jiwa, suatu hal yang lumrah kalau masyarakat bertanya tentang peran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga regulator yang mempunyai moto “Mengatur, Mengawasi dan Melindungi” tampaknya juga akan menerapkan peraturan-peraturan OJK yang lebih ketat. Misalnya, mengenai tingkat kesehatan lembaga jasa keuangan non bank, termasuk asuransi. Sementara itu, bagi nasabah atau tertanggung, yang penting bagi mereka adalah investasinya yang diserahkan kepada perusahaan asuransi jiwa, yang dibalutkan dengan perlindungan risiko, dapat segera diperoleh kembali. Mucharor Djalil
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News