1
1

Unitlink, Agen Asuransi, dan Nasabah

Banyak pertanyaan yang diajukan oleh nasabah atau tertanggung mengenai produk asuransi unitlink. Bahkan, ada beberapa protes atau demontrasi mengenai produk unitlink yang dikeluarkan oleh beberapa perusahaan asuransi jiwa di Indonesia dalam beberapa bulan di tahun 2020 dan 2021 ini, yang dimuat di media massa, baik cetak, online, maupun televisi. Juga protes tersebut gencar dilakukan melalui media sosial.

Yang menjadi keluhan nasabah atau tertanggung asuransi adalah mengapa nilai investasi yang sudah dibayarkan kok bisa menurun. Atau, mengapa premi yang disetorkan tiap bulannya bukannya bertambah malah berkurang? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang berkaitan dengan berkurangnya hasil investasi dalam produk unitlink.

Dalam suatu diskusi Chief Editor Gathering yang diselenggarakan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pada April 2021 secara daring di Jakarta, seorang pembicara yang berprofesi sebagai pengacara, yaitu Dr Ricardo Simanjuntak, mencoba menelusur di mana persoalan unitlink itu muncul dan siapa yang harus bertanggungjawab.

Sebagai sebuah produk, unitlink memang dirancang oleh perusahaan asuransi jiwa. Produk unitlink yang terdiri dari asuransi dan investasi, yang akan dipasarkan oleh suatu perusahaan asuransi jiwa, harus mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tentunya, OJK sebagai otoritas industri perasuransian telah mempertimbangkan segala sesuatunya, termasuk dalam hal perlindungan konsumen.

Begitu produk unitlink mendapat persetujuan dari OJK, maka perusahaan asuransi jiwa kemudian menjualnya. Karena produk unitlink ini termasuk produk yang perlu penjelasan mengenai hubungan antara asuransi dan investasi, maka dibutuhkan agen asuransi yang telah dilatih dan bahkan memperoleh sertifikasi keagenan dari AAJI.

Agen asuransi memang mewakili perusahaan asuransi jiwa yang mengeluarkan produk tersebut dalam berhubungan dengan nasabah atau tertanggung. Ricardo Simanjuntak mengingatkan bahwa seorang agen asuransi jiwa yang menjual produk unitlink seharusnya mengingatkan bahwa pilihan investasi dilakukan oleh nasabah atau tertanggung. Hal ini sudah dinyatakan ketika calon nasabah atau tertanggung mengisi Surat Permintaan Asuransi Jiwa (SPAJ), formulir untuk menjadi pemegang polis.

Setelah berjalan periode asuransi jiwa dalam produk unitlink, biasanya banyak nasabah atau tertanggung membayar bulanan, mengapa timbul masalah seperti itu? Misalnya, menurunnya investasi padahal terus ditambah tiap bulan.

Terlepas dari apa yang digambarkan oleh Ricardo Simanjuntak dalam acara Chief Editor Gathering yang diselenggarakan oleh AAJI, satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa risiko investasi dalam produk unitlink berada pada nasabah atau tertanggung suatu perusahaan asuransi jiwa. Tentunya setelah nasabah atau tertanggung memilih instrumen investasi dalam produk unitlink, perusahaan asuransi jiwa tidak mengelolanya sendiri tapi melalui perusahaan sekuritas atau fund manager yang memang ahli dalam mengelola dana nasabah atau tertanggung.

Persoalannya, kalau seorang nasabah atau tertanggung menghadapi masalah dengan investasinya dalam produk unitlink, ke mana harus mengadu? Tentu ke perusahaan asuransi jiwa yang menjual produk unitlink tersebut. Bahkan dapat meminta laporan unitlink dari polisnya secara berkala. Kalau masih kurang puas, sebenarnya OJK juga mempunyai saluran untuk Perlindungan Konsumen OJK. Nasabah dapat mengadu ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS), yang memiliki tiga tahapan yaitu mediasi, ajudikasi, dan arbitrasi. Biaya mediasi bisanya gratis, sedangkan untuk ajudikasi dan arbitrasi biasanya berdasarkan persentase dari kasus yang diajukan. Tiga tahapan LAPS ini berada di luar pengadilan.

Saluran untuk nasabah atau tertanggung mengadu mengenai produk unitlink sudah tersedia. Bahkan, OJK sebagai otoritas perasuransian, yang keputusannya sangat berpengaruh kepada perusahaan asuransi, punya juga saluran perlindungan konsumen. Artinya, perusahaan asuransi dalam melakukan kegiatan bisnisnya tidak bisa sembarangan. Karena ada yang mengawasi, yaitu OJK. Apalagi industri jasa keuangan, termasuk asuransi, merupakan ‘highly regulated industry’, yang penuh dengan regulasi. Mucharor Djalil

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Transaksi Digital BSI Tembus Rp40,85 Triliun
Next Post Astra Life Bukukan Pertumbuhan Premi 11 persen

Member Login

or