Keharusan memiliki aktuaris perusahaan, menjadi salah satu persoalan yang mendapat perhatian khusus dari Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI). Keberadaan aktuaris di asuransi bukan sekadar untuk memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh regulator, berdasar UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian dan POJK No 67/POJK.05/2016, melainkan memang sesuai kebutuhan mendatang. Terutama seiring implementasi PSAK 74 per Januari 2025, yang dalam pelaporannya memerlukan keterlibatan aktuaris.
Tidak dapat dipungkiri penerapan PSAK 74 ini memerlukan biaya yang besar terutama di bidang IT dan tenaga aktuaris. Di sisa waktu yang ada, permasalahan utama yang dihadapi perusahaan asuransi untuk memiliki aktuaris adalah keterbatasan SDM-nya.
Menurut Ketua Umum AASI, Rudy Kamdani, pihaknya masih berdiskusi untuk mencari cara paling tepat bagi semua anggota memenuhi kewajiban ini. Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum AASI dalam jawaban tertulis kepada S Edi Santosa dari Media Asuransi, berikut ini lengkapnya:
Aktuaris menjadi salah satu poin utama dalam PSAK 74, bagaimana asosiasi menyikapi aturan tersebut dan memenuhinya. Apa sebenarnya yang menjadi kendala?
PSAK 74 menjadi langkah baik untuk menetapkan standar ukuran dan transparasi kebijakan akuntansi melalui informasi laporan keuangan yang relevan dan dengan sebenar-benarnya menggambarkan kontrak asuranisi pada portfolio perusahaan. Tantangan dari inisiatif ini adalah sumber daya teknologi dan manusia yang perlu disiapkan. Di asosiasi, kami juga masih berdiskusi untuk mencari cara paling tepat memenuhi kewajiban ini.
Berdasar catatan OJK, hingga Juli lalu masih ada perusahaan asuransi yang belum memiliki aktuaris, apakah saat ini semua anggota sudah memiliki aktuaris di perusahaannya?
Kami terus monitor perkembangan perusahaan asuransi yang belum memiliki aktuaris. Kami berharap semua perusahaan asuransi bisa memenuhi kewajiban ini dengan tepat waktu.
Apa yang dilakukan oleh asosiasi jika anggota ada yang belum memiliki aktuaris dan bagaimana pemenuhan sertifikasi serta peningkatan kualitas aktuaria?
Aktuaris adalah salah satu profesi yang masih awam di telinga masyarakat tapi kebutuhan profesi ini sangat tinggi di industri asuransi. Profesi aktuaris sering disebut sebagai ilmu matematika asuransi. Hal ini karena tugas seorang aktuaris adalah menghitung risiko keuangan.
Salah satu langkah asosiasi untuk menumbuhkan dan mengembangkan supply profesi ini adalah bekerja sama dengan lembaga pendidikan, universitas dan lembaga profesi. Lalu asosiasi juga mendorong profesi ini memiliki sertifikasi. Seseorang yang telah lulus kuliah dan mendapatkan Sarjana Ilmu Aktuaria harus menempuh ujian sertifikasi yang diselenggarakan oleh Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) terlebih dulu.
Sertifikasi PAI hanya bisa melakukan penyetaraan ujian profesi aktuaris untuk mahasiswa dari 8 kampus, yaitu ITB, UGM, IPB, UI, ITS, Unpad, UB, dan Unpar. Saat ini ujian profesi aktuaris yang dapat digunakan sebagai persyaratan keanggotaan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI), terdiri dari dua tingkatan, yaitu Level ASAI dan Level FSAI.
Berapa batas minimal perusahaan asuransi wajib memiliki aktuaris dan berapa idealnya?
Kewajiban memiliki aktuaris tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian dan Peraturan OJK Nomor 67/POJK.05/2016 mengenai perizinan di industri asuransi. Dalam pasal 56 butir satu disebutkan bahwa perusahaan wajib mengangkat 1 orang aktuaris sebagai aktuaris perusahaan (appointed actuary). Dan kemudian pada butir dua disebutkan perusahaan wajib mempekerjakan aktuaris dalam jumlah yang cukup sesuai jenis dan lini usaha yang diselenggarakannya serta memperhatikan kompleksitas usaha. Dari POJK tersebut cukup jelas diatur ketentuan mengenai batas minimal tenaga aktuaris di suatu perusahaan.
Benarkah aktuaris termasuk profesi menggiurkan dan memiliki prospek cerah di Indonesia? Mengapa profesi ini tergolong mahal, apa yang sebabnya?
Supply dan demand profesi ini masih tidak seimbang, meski memiliki prospek cerah. Untuk menyeimbangkan neraca supply demand, industri bekerja sama dengan lembaga pendidikan hingga universitas ternama untuk memenuhi tenaga aktuaris. Karena memang diperlukan dukungan sistem IT dan sumber daya manusia (SDM) yang mahir dalam bidangnya untuk memenuhi kewajiban ini.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News