Hampir seluruh penduduk Indonesia mengetahui Candi Borobudur merupakan prasasti Budha terbesar di dunia yang terletak sekitar 40 km barat laut kota Yogyakarta. Jika di tempuh dalam kondisi normal dengan kendaraan roda empat akan memakan waktu sekitar satu jam dari kota Gudeg ke Borobudur, Magelang.
Tak lengkap rasanya jika sudah berlibur di Yogyakarta tidak menyempatkan mampir ke Candi Borobudur. Cukup menarik, bagi pelancong untuk mengunjungi dua tempat (Yogyakarta dan Borobudur) dalam satu hari. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin berbagi pengalaman mengunjungi dua tempat ini, tentunyanya dalam rangka menikmati keseruan perjalanan di Pulau Jawa bagian tengah.
Berkunjung ke kawasan Candi Borobudur sebaiknya dilakukan pagi hari. Bahkan kalau sempat, menikmati matahari terbit di kuil peninggalan Wangsa Seilendra ini, memiliki kesan tersendiri. Selain menghindariteriknya panas di siang hari, juga untuk persiapan mencari tempat makan siang tentunya.
Kesan pertama saat sampai di parkiran lokasi Candi Borobudur adalah sambutan meriah dari kerumunan manusia. Anda bak artis nasional yang tenar dan dikenal di seluruh nusantara. Namun, mereka bukanlah para fans, bukan juga wartawan ataupun paparazzi yang senantiasa dengan blitz kamera. Mereka adalah para penjual asongan, menawarkan barang dagangannya untuk dibeli. Dari berbagai macam topi, kacamata hitam, sewa payung, souvenir, minuman dingin, hingga buah-buahan. Harganya pun murah-murah dibandingkan dengan harga di Ibukota Jakarta pada umumnya. Tapi ingat, jangan tergiur dulu, anda baru saja turun dari mobil, nanti menyesal, perjalanan masih panjang menuju pintu masuk. Dan, di sepanjang jalan ini, akan menemukan para pedagang lain yang juga menawarkan barang dagangan jauh lebih murah.
Setelah membeli tiket seharga Rp40 ribu per orang, pengunjung diperbolehkan masuk melalui gate yang telah tersedia. Tidak jauh selepas itu, tersedia Gajah Tunggangan untuk disewakan pada pengunjung. Bagi anda yang berminat, jangan berpikir naik Gajahnya setelah turun nanti saja, karena anda tidak akan melewatinya lagi saat jalan pulang nanti. Jadi, dengan kocek sekitar Rp50 ribuan langsung eksekusi saja.
Terus berjalan beberapa saat, akan mendapati ratusan payung warna-warni yang seakan mengambang di udara. Selain untuk nuansa keindahan, payung-payung itu sengaja dipasang untuk memberikan keteduhan bagi para wisatawan. Di sela payung-payung inilah, stupa teratas dan terbesar di Candi Borobudur terpampang megah. Kuil Budha yang dibangun pada abad ke-8 sudah di depan mata. Di lokasi ini, pesona situs warisan budaya dunia yang ditetapkan oleh UNESCO ini tampak mentereng di hadapan para pengunjung. Dan, selanjutnya, ratusan anak tangga menantang untuk segera dinaiki.
Menaiki tangga demi tangga bangunan candi hingga puncaknya, Anda akan melewati tiga tingkatan yang di setiap tingkatannya, menurut kosmologi Budha, memiliki istilah dan makna tersendiri. Ketiga tingkatan itu adalah Kamadhatu berarti ranah hawa nafsu. Di tingkatan kedua namanya Rupadhatu yaitu ranah berwujud, dan paling atas adalah Arupadhatu artinya ranah tak berwujud.
Jika berkesempatan mengitari seluruh sisi candi yang memiliki ketinggian 35 meter ini, anda akan menemukan tidak kurang dari 1.460 bidang relief berupa ukiran indah yang terpahat di dinding batu bangunan. Kiranya di depan relief ini adalah tempat cukup bagus untuk berselfie ria. Tapi ingat, jangan sampai memanjat dinding, jika tidak ingin dihardik oleh petugas candi.
Selain di permukaan relief, tempat favorit untuk mengabadikan momen adalah diantara 72 stupa yang tersusun melingkari satu stupa induk di tingkat atas. Hasil foto akan lebih bagus lagi, jika menggunakan drone sebagai alat pengambilan gambar dari posisi atas.
Setelah puas berkeliling dan berselfie di setiap sudut candi, hari pun sudah menunjukkan jam 11.00 WIB. Gigitan panas matahari siang sudah mulai terasa menyentuh kulit. Anda tidak akan betah berlama-lama di puncak Borobudur dalam sengatan panas yang memuncak. Saatnya turun dan bertolak dari candi yang memiliki 504 patung Budha itu.
Ada yang unik saat akan meninggalkan lokasi candi, untuk menuju parkiran mobil, pengunjung seakan dipaksa untuk menelusuri jalan berliku yang dipenuhi lapak-lapak souvenir di kiri dan kanan jalan. Berbagai barang kerajinan di jual murah meriah. Jalan itu ternyata tidak dekat, hingga bisa keluar dari jeratan para pedagang. Terus terang, penulis lebih merasa lelah melewati jalan ini, ketimbang menapaki satu persatu dari 300-an anak tangga candi.
Tibalah saatnya waktu makan siang. Langkah selanjutnya sebelum bertolak ke Kota Yogya adalah mencari tempat untuk mengisi perut seraya beristirahat dan melaksanakan kewajiban shalat Zhuhur. Tempat yang dituju adalah Dapoer Gending yang hanya 1,5 km dari lokasi candi. Tempatnya sederhana, namun menu makanan nusantara yang dihidangkan tidak akan terlupakan. Kita bisa makan menikmati sepuasnya berbagai macam masakan khas Jawa Tengah dengan harga terjangkau.
Setelah stamina mulai kembali, tepat pukul 15.00 WIB, kendaran diarahkan ke kota kraton, Yogyakarta. Ya…, suasana jalan Malioboro di saat sore hari sudah menunggu. Namun sebelumnya kendaraan diparkirkan di depan Benteng Vredeburg, tak jauh dari jalan Malioboro. Bagi yang belum puas berbelanja di Borobudur, masih banyak oleh-oleh yang dapat dipilih di sekitaran pasar Beringharjo hingga dipinggiran jalan Malioboro.
Inilah saatnya menikmati renyahnya sore di jantung kota Sri Sultan Hamengkubowono ini, suasana yang jarang ditemukan di daerah lainnya. Dari anak balita, remaja, dewasa, hingga orang tua, tampak asik menikmati aktifitas masing-masing, merasakan keramaian dengan cara masing-masing.
Semua keceriaan ada di sini. Di satu sudut ada konser musik, dan di sudut lainnya suasana penuh dengan keceriaan anak-anak kecil dengan balon-balon sabun yang beterbangan. Kiranya halaman ini terlalu sempit untuk menceritakan kemeriahan yang terjadi di Malioboro saat senja menjelang malam.
Hingga akhirnya, pandangan tertuju pada barisan andong lengkap dengan kudanya, sebagai tumpangan alternatif menuju Benteng Vredeburg, tempat kendaraan terparkir. Ya, sekadar mencicipi naik andong, walau berjalan kaki pun masih kuat, dengan kocek Rp50 ribu – Rp70 ribu, tergantung kelihaian kita menawar kepada kusirnya….
Tak terasa matahari sudah mulai menunjukkan kelesuannya mengeluarkan cahaya. Tanda malam sudah mulai menemani perjalanan. Sebelum mengakhiri tur, tidak ada salahnya ditutup dengan berkunjung ke lokasi Monumen Yogya Kembali atau biasa disebut juga dengan Taman Pelangi di bilangan Jalan Ringroad Utara Kota Yogyakarta. Pada malam hari, dibuka mulai pukul 18.00 WIB, kawasan ini pengunjung akan disuguhi dengan keindahan warna warni lampion bak pelangi yang bersinar di malam hari.
Selain menawarkan romantisme malam bertabur lampion warna-warni dan bermacam wahana permainan, di sini juga ada food court yang bisa menjadi tempat melepas lelah sambil menikmati makan malam. Jika sudah puas menikmati malam di taman pelangi, kini saatnya mengakhir perjalanan. Menuju kediaman, sembari bermimpi indah, tentang perjalanan hari ini. Ditemani letih dan penatnya sekujur tubuh, namun dengan perasaan bahagia dan puas. Sampai jumpa dengan tur selanjutnya. B. Firman
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News