Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Starinvestama Liarny mengatakan bahwa di Indonesia sendiri IFRS 17 yang diadopsi menjadi PSAK 74 sudah beberapa kali mengalami penundaan penerapannya di industri. Dikarenakan memang bagi industri asuransi membutuhkan waktu untuk penerapannya. PSAK 74 sendiri akan mulai diberlakukan efektif pada 1 Januari 2025 untuk industri asuransi di Indonesia.
Liarny menuturkan bahwa IFRS 17 dirancang untuk menyediakan kerangka kerja akuntansi yang konsisten dan lebih transparan untuk kontrak asuransi. Standar ini bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih baik tentang kinerja keuangan perusahaan asuransi, risiko yang ada, dan pendapatan dari kontrak asuransi. “Hal ini juga sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan asuransi di mata masyarakat,” katanya kepada Media Asuransi.
Dia pun mengakui bahwa untuk menerapkan IFRS 17 cukup tinggi urgensinya. Penerapan IFRS 17 adalah untuk memenuhi kepatuhan terhadap standar akuntansi keuangan dan regulasi yang telah ditetapkan oleh OJK.
“Dengan menerapkan standar ini, laporan keuangan perusahaan asuransi di Indonesia akan lebih konsisten dan dapat dibandingkan dengan perusahaan asuransi di negara lain. Hal ini dapat meningkatkan transparansi dan kredibilitas industri asuransi Indonesia di pasar global,” ujarnya.
Adapun tantangan terbesar penerapan IFRS 17 terutama karena kompleksitas teknis dan perubahan signifikan yang diperlukan dalam sistem, proses, dan kebijakan akuntansi. Selain itu setiap perusahaan asuransi harus menyesuaikan model perhitungan dan pencatatan akuntansi mereka sesuai dengan produk yang ditawarkan oleh masing-masing perusahaan asuransi.
Menurut Liarny, penerapan IFRS 17 di perusahaan asuransi dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas kinerja perusahaan dalam beberapa aspek seperti transparansi keuangan. IFRS 17 mengharuskan perusahaan asuransi untuk menyajikan informasi keuangan yang lebih transparan dan komprehensif tentang kontrak asuransi. Hal ini dapat memberikan pandangan yang lebih jelas tentang arus kas masa depan, risiko, dan kualitas pendapatan dari kontrak asuransi. Dengan transparansi yang lebih baik, para pemangku kepentingan dapat memiliki keyakinan yang lebih tinggi terhadap kinerja keuangan perusahaan.
“Selain itu adalah evaluasi risiko, IFRS 17 mewajibkan perusahaan asuransi untuk melakukan penilaian atas kontrak asuransi secara teratur, mengambil kalkulasi risiko yang lebih tepat, dan memperhitungkan faktor-faktor seperti perubahan kondisi pasar dan pengalaman klaim,” pungkasnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News