Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) memberikan mandat baru kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjalankan Program Penjaminan Polis (PPP). Program ini dimulai dalam jangka waktu lima tahun setelah disahkannya UU ini, artinya dimulai pada Januari 2028.
Dalam pelaksanaan PPP, peran LPS adalah untuk menjamin polis asuransi dan melakukan penyelesaian terhadap perusahaan asuransi melalui likuidasi. Program ini bertujuan untuk memberikan pelindungan kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi yang kehilangan izin usahanya karena masalah keuangan.
Purbaya Yudhi Sadewa, saat masih menjadi Ketua Dewan Komisioner LPS, mengatakan bahwa uji coba Program Penjaminan Polis Asuransi, dilakukan pada 2027. Kemudian pelaksanaan secara penuh PPP Asuransi ini akan dimulai pada tahun 2028.
“Saya yakin 2027 kita akan ada semacam pilot test. Tahun 2028 kita akan eksekusi dengan benar. Jadi saya yakin programnya akan berjalan dengan baik,” kata Purbaya pada pertengahan Agustus 2025.
Menurutnya, LPS telah menyiapkan semua aturan teknis terkait program ini. Hanya saja masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) yang diteken Presiden Prabowo Subianto. Begitu PP keluar, semuanya sudah siap.
Dari sisi SDM, LPS telah membentuk unit asuransi dengan 54 personel. Jabatan-jabatan penting segera diisi, termasuk direktur eksekutif yang direncanakan tahun ini sudah diisi. Langkah LPS terbaru adalah menjalin kerja sama dengan Asosiasi Industri Asuransi ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (NK) di Bali, 18 Oktober 2025.
Penandatanganan NK antara LPS dan Asosiasi Industri Asuransi dilakukan oleh Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Penjaminan Polis, Ferdinan D. Purba dan Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Rudy Kamdani, serta Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI), Robby Loho.
Kerja sama LPS dengan Asosiasi Industri Asuransi ini meliputi beberapa ruang lingkup, yaitu: kerja sama penyediaan tenaga ahli di sektor asuransi dalam rangka mendukung persiapan dan pelaksanaan PPP, kerja sama penyelenggaraan edukasi, sosialisasi, dan publikasi kepada perusahaan asuransi serta masyarakat dalam rangka peningkatan literasi mengenai PPP, kerja sama pendidikan dan pelatihan di bidang asuransi, dan kerja sama riset terkait industri asuransi.
Menurut Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Penjaminan Polis, Ferdinan D. Purba, saat ini LPS sedang merumuskan kebijakan pelaksanaan PPP dan kebijakan persiapan likuidasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yang direncanakan mulai aktif pada tahun 2028. Rumusan kebijakan PPP dan likuidasi asuransi tersebut disusun mempertimbangkan tantangan industri asuransi masa kini dan masa depan.
Ferdinan menegaskan bahwa PPP menjadi pilar penting dari infrastruktur pelindungan konsumen dan stabilitas sistem keuangan. Dalam prosesnya, saran dan masukan dari asosiasi menjadi hal penting dalam rangka menyusun kebijakan penjaminan polis yang efektif dan membantu mewujudkan industri asuransi yang tangguh dan terpercaya.
Bila nantinya PPP telah berjalan, publik akan sangat diuntungkan dengan adanya komunikasi positif yang telah terjalin antara LPS sebagai penjamin polis dengan pelaku industri asuransi. Apalagi jika terdapat kesepahaman antara LPS dan pelaku industri mengenai pentingnya edukasi dan sosialisasi PPP.
Kini industri asuransi maupun nasabah (pemegang polis) menunggu langkah selanjutnya dari LPS dalam mewujudkan PPP sesuai amanat UU P2SK. Kerja sama dan komunikasi yang baik antara LPS dan asosiasi, sangat diperlukan. Termasuk di dalamnya bersinergi melalui program bersama seperti sosialisasi dan bimbingan teknis dalam rangka kepesertaan PPP.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
