Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (APPARINDO), Yulius Bhayangkara, mengatakan bahwa OJK harus sangat aktif menyampaikan pola perubahan yang terjadi dalam POJK tentang Asuransi Kredit kepada seluruh stakeholder lini usaha dari hulu ke hilir. “Dalam beberap diskusi dengan OJK terlihat intensi baik dari pimpinan OJK untuk memperbaiki kerumitan yang terjadi di lini usaha ini,” jelas Yulius kepada Media Asuransi.
POJK ini, menurut APPARINDO, akan menjadi game changer yang bukan hanya di industri perasuransian saja tapi juga di perbankan. Asosiasi berharap OJK dapat membela pelaku industri perasuransian secara tegas dalam hubungannya dengan industri perbankan dan pembiayaan. “Ketika POJK ini diberlakukan jangan sampai akhirnya pelaku perasuransian yang harus paling banyak mengakomodasi kesulitan yang akan timbul,” tegasnya.
Yulius mengakui, sebelumnya APPARINDO tidak sempat diajak diskusi secara formal mengenai POJK Asuransi Kredit, sehingga masukan dari asosiasi hanya bersifat non-formal.
Sebelumnya asosiasi juga sudah meminta kesediaan OJK untuk membuka pintu dialog dan diskusi khususnya soal pelaksanaan dan aplikasi POJK nanti. Asosiasi meminta agar pintu diskusi dapat terbuka untuk APPARINDO guna memberikan masukan dan perubahan.
POJK tersebut memiliki tujuan untuk mensejajarkan posisi antara perbankan dan perasuransian, namun demikian, Yulius tidak bisa memastikan keefektifitasan regulasi tersebut. “Apakah tujuan tersebut tercapai atau tidak, memang akan kita cermati pada saat POJK mulai berlaku. Paling tidak perbankan dalam POJK ini harus turut menanggung risiko kredit macet yang terjadi dan tidak seuruh risiko macet dipindahkan ke perasuransian,” jelasnya.
Yulius juga mengatakan bahwa salah satu hal mendasar dalam kerumitan yang terjadi di asuransi kredit adalah tidak ada data yang lengkap serta sistem pencatatan yang sanggup mengelola seluruh data dan informasi secara terpercaya. Banyak perbedaan data dari satu sumber bisnis yang sama ketika masuk ke pialang, asuransi bahkan ke reasuransi.
“Ketiadaan data ini salah satu penyebab ketidakberdayaan perasuransian untuk mengantisipasi perkembangan atau gejolak di lini usaha ini. Penggunaan aktuaria namun bila tidak disertai dengan data yang akuntabilitasnya baik, maka saya pesimistis akan dapat segera ada perbaikan. Jadi perbaikan pengelolaan data adalah prioritas,” terangnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News