Media Asuransi, JAKARTA – Efek berkelanjutan yang disebabkan oleh kolapsnya bank terbesar kedua di Amerika Serikat (AS) Silicon Valley Bank (SVB) memunculkan kekhawatiran di pasar.
Analis Sinarmas Future, Ariston Tjendra, mengatakan bahwa pelaku pasar masih mencermati perkembangan kebangkrutan bank besar AS. “Pagi ini, dari pergerakan indeks saham yang sebagian negatif, terlihat ada kekhawatiran di pasar,” katanya
Ariston menilai, peristiwa kebangkrutan ini membalikan ekspektasi bahwa mungkin The Fed tidak agresif lagi menaikkan suku bunga acuannya.
|Baca juga: Sillicon Valley Bank Menjerit, Harga Emas Melangit
Survei dari FedWatch Tool CME, memperlihatkan ekspektasi kenaikan 50 bps sudah tidak ada dan malah muncul ekspektasi The Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuannya. Mayoritas berekspektasi The Fed hanya menaikkan 25 bps.
Turunnya ekspektasi terhadap agresivitas The Fed dalam menaikkan suku bunga acuan ini, dapat menjadi pendorong penguatan rupiah hari ini. Tapi tentunya kekhawatiran pasar terhadap dampak buruk masalah kebangkrutan tersebut bisa membatasi penguatan.
Potensi penguatan ke arah 15330 dengan potensi pelemahan di kisaran 15400.
SVB ambruk pada Jumat pagi setelah 48 jam dikabarkan mengalami krisis modal. Kegagalan bank ini disebut sebagai yang terbesar kedua dari sebuah lembaga keuangan dalam sejarah AS. Regulator perbankan California menutup bank yang memberi pinjaman sektor teknologi ini dan menempatkannya di bawah kendali FDIC.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News