Media Asuransi, JAKARTA – Fitch Ratings telah mengafirmasi Peringkat Jangka Panjang Mata Uang Asing Issuer Default Rating (IDR) perusahaan menara telekomunikasi PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBI) di ‘BBB-‘.
Fitch Ratings Indonesia pada saat yang bersamaan telah mengafirmasi Peringkat Nasional Jangka Panjang dan peringkat nasional senior tanpa jaminan pada ‘AA+(idn)’. Outlook adalah Stabil.
“Outlook Stabil mencerminkan visibilitas arus kas TBI yang tinggi, ruang gerak peringkat yang stabil didukung oleh komitmen manajemen terhadap target leverage, dan bisnis yang kuat meskipun adanya sewa yang tidak diperpanjang oleh penyewa utama, PT Indosat Tbk (BBB-/AA+(idn)/Stabil), setelah merger dengan PT Hutchison 3 Indonesia di tahun 2022,” tulis Fitch dalam keterangan resminya.
Peringkat Nasional ‘AA’ menunjukkan ekspektasi tingkat risiko gagal bayar yang sangat rendah dibandingkan dengan emiten atau obligasi lain di negara atau serikat moneter yang sama. Risiko gagal bayar yang melekat hanya sedikit berbeda dari emiten atau obligasi dengan peringkat tertinggi di negara tersebut.
|Baca juga: Tower Bersama Infrastructure Berencana Emisi Obligasi Berkelanjutan Rp20 Triliun
Fitch memperkirakan TBI untuk menjaga EBITDA net leverage di sekitar 4,9x selama 2023-2025 (1H23: 4,7x), dibawah batasan 5,3x, level di mana Fitch akan mengambil tindakan pemeringkatan negatif. Manajemen berkomitmen kepada peringkat investment-grade dan targetnya untuk menjaga net debt/EBITDA kuarter terakhir yang disetahunkan dibawah 5,0x, yang sesuai dengan EBITDA net leverage 5,1x-5,2x berdasarkan definisi Fitch.
Pengembalian yang dibagikan kepada pemegang saham selama tahun 2023 lebih rendah dari tahun lalu, untuk membangun bantalan pada neraca keuangan terhadap tambahan pada sewa menara yang tidak diperpanjang oleh Indosat.
Fitch berasumsi sewa menara yang tidak diperpanjang di tahun 2023 di sekitar 1.850 (1H23: 1.061), lebih tinggi secara signifikan daripada angka tahunan sewa yang tidak diperpanjang sebesar 320-570 penyewa di tahun 2019-2022.
Fitch memperkirakan angka sewa yang tidak diperpanjang akan stabil di mulai di tahun 2024, setelah Indosat selesai membongkar peralatan dari menara yang tumpang tindih pada akhir 2023. Fitch memperkirakan bagian sewa yang akan jatuh tempo dari sewa keseluruhan dalam tiga tahun akan menurun, dikarenakan menurunnya angka sewa yang tidak diperpanjang.
“Base case kami tidak memperhitungkan akibat dari kemungkinan PT Smartfren Telecom terakuisisi perusahaan telekomunikasi lain. Namun, kami melihat hal ini akan memiliki efek yang kecil pada TBI daripada merger Indosat-Hutch.”
|Baca juga: Emisi Obligasi Tower Bersama Rp2,5 Triliun Diganjar Peringkat AA+
Fitch memperkirakan pendapatan akan datar di tahun 2023 dan meningkat dengan mid-single digits di tahun 2024, didukung oleh pertumbuhan net sewa dan ekspansi bisnis fiber. Margin EBITDA mungkin menurun secara perlahan ke 85% karena pendapatan dari bisnis fiber meningkat, yang mana memiliki margin yang lebih rendah dari bisnis menara. Fitch memperkirakan TBI menambah angka sewa secara net sebesar 850 di tahun 2023 (1H23: 544) dan sekitar 2.000 per tahun di tahun 2024-2025. Pertumbuhan pendapatan di tahun 2023 terhambat oleh angka sewa yang tidak diperpanjang yang lebih tinggi dan harga sewa yang diatur ulang ke harga rupiah yang lebih rendah pada kontrak Indosat sebanyak 2.500 di 2H22.
Peringkat-peringkat TBI mendapatkan manfaat dari perjanjian sewa jangka panjang yang memberikan visibilitas dan stabilitas arus kas. Total pendapatan terkunci adalah sekitar IDR35 triliun pada akhir Juni 2023 (2022: Rp31 triliun) dengan rata-rata masa kontrak selama 5,5 tahun, yang cukup menutupi semua hutang perusahaan yang akan jatuh tempo.
Angka sewa yang jatuh tempo umumnya tinggi karena menara adalah infrastruktur yang krusial untuk perusahaan telekomunikasi untuk menghindari relokasi peralatan untuk meminimalisir gangguan sinyal. Menara TBI tidak banyak tumpang tindih dengan operator lain, yang membantu perusahaan memiliki kompetisi harga dengan operator lain.
Fitch memperkirakan pembagian pemegang saham tetap terukur dan beriringan dengan target leverage TBI. TBI membagikan dividen sebesar Rp800 miliar selama 2023 (2022: Rp816 miliar). Fitch melihat TBI akan meningkatkan dividennya dengan menurunnya ketidakpastian angka sewa yang tidak diperpanjang dan pendapatan yang membaik.
Fitch memperkirakan TBI akan membeli kembali sahamnya sebanyak Rp330 miliar di tahun 2023 (2022: Rp766 miliar). Perusahaan membeli kembali dengan angka yang lebih rendah dari 10% dari saham yang disetujui selama ini dan 80% saham dibeli kembali sejak Mei telah dijual kepada perusahaan induk yang memiliki sahamnya sebanyak 75%, Bersama Digital Infrastructure Asia Pte Ltd (BDIA). “Kami memperkirakan hasil penjualan saham treasury mencapai Rp1,1 triliun di tahun 2023, lebih banyak dari kas yang TBI keluarkan untuk membeli kembali di tahun ini.”
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News