1
1

Fitch Afirmasi Peringkat Tunas Baru Lampung B Outlook Stabil

Area perkebunan sawit PT Tunas Baru Lampung Tnk. | Foto: tunasbarulampung.com

Media Asuransi, JAKARTA – Fitch Ratings telah mengafirmasi Peringkat Jangka Panjang Issuer Default Rating (IDR) PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) di ‘B’ dengan Outlook Stabil.

Di saat yang bersamaan, Fitch Ratings Indonesia telah mengafirmasi Peringkat Nasional Jangka Panjang TBLA di ‘A-(idn)’ dengan Outlook Stabil dan peringkat atas obligasi IDR200 miliar yang jatuh tempo di 2025 di ‘BBB+(idn)’. Selanjutnya, Fitch telah menarik peringkat-peringkat tersebut.

TBLA adalah salah satu produsen minyak sawit yang kecil berdasarkan luas tanam, dan yield melemah secara signifikan selama 2019-2021. Namun, integrasi vertikal tingkat tinggi, yang didukung oleh kapasitas penyulingan minyak sawit mentah (CPO) yang signifikan, dan diversifikasi ke bisnis gula mendukung profil bisnisnya.

Outlook Stabil TBLA memperhitungkan pandangan Fitch bahwa EBITDA net leverage, yang stabil di 3,2x pada 9M22 (2021: 3,3x), akan dapat dipertahankan stabil selama dua hingga tiga tahun ke depan. Peringkat perusahaan juga mempertimbangkan fleksibilitas keuangan TBLA yang moderat mengingat jatuh tempo utang yang besar dalam dua tahun ke depan dan akses yang tidak pasti ke pasar utang publik.

|Baca juga: Moody’s Turunkan Peringkat Tunas Baru Lampung (TBLA) Jadi B2 Outlook Negatif

Peringkat nasional di kategori ‘A’ menunjukkan ekspektasi akan risiko gagal bayar yang rendah relatif terhadap emiten atau surat utang lainnya di Indonesia.

Peringkat nasional di kategori ‘BBB’ menunjukkan ekspektasi akan risiko gagal bayar yang moderat relatif terhadap emiten atau surat utang lainnya di Indonesia. “Fitch telah menarik peringkat-peringkat TBLA karena alasan komersial,” tulis Fitch dalam keterangan resminya.

Fitch menerangkan bahwa yield tandan buah segar (TBS) TBLA adalah 12,4 ton per hektar menghasilkan (t/Ha) pada tahun 2021, lebih rendah 40% dari yield tahun 2018 diikuti dengan penurunan berkala sejak saat itu, dan yield CPO-nya turun menjadi 2,9t/Ha.

“Kami memperkirakan yield CPO akan relatif stabil di 3,0t/Ha pada tahun 2022. Yield TBLA lebih rendah dari ekspektasi kami dalam tiga tahun terakhir. Meskipun demikian, kami berharap yield akan meningkat secara signifikan mulai tahun 2023, dibantu oleh kondisi cuaca yang mendukung dan profil area yang masih muda,” jelasnya.

Fitch menilai Impor gula mentah TBLA untuk kilangnya bergantung pada kuota pemerintah, yang fluktuatif. Oleh karena itu, total produksi gulanya sangat bervariasi, dengan volume turun hampir 40% pada tahun 2021 sebelum naik sebesar 17% pada 1H22. TBLA juga membeli gula putih dari pasar lokal untuk menambah produksi.

Menurut perusahaan, pengalamannya memungkinkan untuk membeli volume besar dengan harga yang menguntungkan, yang dapat disimpan dan dijual kemudian untuk mendapatkan keuntungan. “Namun, menurut kami perdagangan semacam itu menghadapkan perusahaan pada risiko kerugian besar pada persediaannya dan meningkatkan volatilitas margin,” tambahnya.

Lebih lanjut, Fitch menilai aliran modal kerja TBLA tidak stabil, didorong oleh faktor-faktor seperti impor gula mentah, yang bergantung pada kuota dan harga internasional, serta aktivitas perdagangan gula. Kami memperkirakan siklus modal kerja bersih TBLA memanjang menjadi sekitar 120 hari pada 9M22, setelah menyusut menjadi sekitar 100 hari pada tahun 2021 (2020: sekitar 180 hari).

|Baca juga: Refinancing Utang, Tunas Baru Lampung (TBLA) Terbitkan Global Bond US$400 Juta

Fitch berasumsi bahwa siklus modal kerja perusahaan tidak akan banyak berubah untuk tahun 2022 dan seterusnya. Namun, pengendalian manajemen yang lemah merupakan risiko utama yang menurut kami dapat memperburuk dampak dari faktor lain.

Belanja modal TBLA rata-rata sekitar Rp1,3 triliun per tahun selama 2018-2021, yang Fitch perkirakan adalah dua kali lipat dari tingkat yang diperlukan untuk penanaman kembali dan pemeliharaan rutin. Perusahaan telah mengeluarkan biaya untuk menaikkan kapasitas pengolahan hilirnya, untuk produk-produk seperti biodiesel, selain untuk meningkatkan area tanam. Menurut Fitch, TBLA akan terus memanfaatkan peluang pertumbuhan, dan belanja modalnya kemungkinan tidak akan turun dalam tiga hingga empat tahun ke depan.

Fitch memperkirakan EBITDA net leverage TBLA akan stabil di sekitar 3,2x dari tahun 2022, sementara coverage EBITDA/bunga akan tetap di atas 2,5x. EBITDA akan meningkat di tahun 2023, didorong oleh output yang lebih tinggi, tetapi diperkirakan harga CPO dan gula yang lebih lemah akan menghasilkan EBITDA yang lebih rendah pada tahun 2024.

Harga produk yang lebih rendah akan mengurangi kebutuhan modal kerja dan memungkinkan arus kas bebas TBLA menjadi netral hingga positif pada tahun 2024, setelah arus keluar yang besar di tahun 2022. “Kami memperkirakan suku bunga efektif perusahaan akan turun di tahun 2024, setelah naik di tahun 2023, sejalan dengan perkiraan Fitch untuk suku bunga global,” jelasnya.

Lebih lanjut, Fitch telah menurunkan peringkat surat utang rupiah TBLA sebesar Rp200 miliar dari Peringkat Nasional Jangka Panjangnya karena isu subordinasi. Proporsi utang tanpa jaminan pada struktur modal TBLA telah turun di bawah 10% dari total utangnya setelah perusahaan membayar surat utang US dollar-nya dan obligasi rupiah sebesar Rp1,3 triliun di 1H22, dengan menggunakan pinjaman sindikasi dengan jaminan. Hal ini kemungkinan akan mengakibatkan prospek recovery di bawah rata-rata untuk surat utang yang tersisa.

Editor: S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Tipe Investor Berdasar Zodiak, Cek Karakter Anda!
Next Post Rekomendasi MAMI: Pilih Saham yang Terkait dengan Green Economy

Member Login

or