Media Asuransi, JAKARTA – Fitch Ratings Indonesia telah merevisi outlook untuk Peringkat Nasional Jangka Panjang produsen makanan dan minuman konsumen PT Mayora Indah Tbk ke Negatif dari Stabil, dan mengafirmasi peringkat pada ‘AA(idn)’.
Fitch juga telah mengafirmasi Peringkat Nasional ‘AA(idn)’ untuk obligasi tanpa jaminan Mayora sebesar Rp550 miliar.
Revisi dari outlook peringkat ke negatif, mencerminkan risiko bahwa harga komoditas tinggi yang berkepanjangan dan meningkatnya tekanan inflasi dapat menghambat pemulihan Mayora. Risiko-risiko ini sebagian diimbangi oleh leverage Mayora yang rendah dan posisinya yang memimpin pasar.
“Posisinya yang memimpin pasar memungkinkan perusahaan untuk meneruskan sebagian harga bahan baku yang tinggi kepada konsumen melalui kenaikan harga bertahap tanpa dampak kerugian yang besar pada permintaan,” jelasnya.
|Baca juga: Pefindo Afirmasi Peringkat Mayora Indah (MYOR) idAA Stabil
Afirmasi peringkat merefleksikan ekspektasi Fitch bahwa tekanan pada EBITDA dan arus kas bebas (FCF) Mayora akan mereda pada tahun 2022 sebelum pulih secara bertahap pada tahun 2023.
Peringkat Nasional ‘AA’ menunjukkan ekspektasi tingkat risiko gagal bayar yang sangat rendah dibandingkan dengan emiten atau obligasi lain di negara atau serikat moneter yang sama. Risiko gagal bayar yang melekat hanya sedikit berbeda dari emiten atau obligasi dengan peringkat tertinggi di negara tersebut.
Fitch mengekspektasikan marjin EBITDA Mayora akan tetap tertekan dalam jangka pendek, karena efek residual dari harga bahan baku yang tinggi di 1H22. Pemulihan EBITDA akan bertahap dengan marjin 9% pada tahun 2022 (1Q22: 8.7%) dan 11% pada tahun 2023. Harga komoditas telah menurun sejak Juni 2022, namun Fitch memperkirakan dampaknya pada Mayora akan tertunda dua hingga tiga bulan mengingat persediaan bahan baku dan kontrak pemasok yang masih tersedia. Namun, harga komoditas yang lebih tinggi dari estimasi Fitch akan menekan profil kredit Mayora.
Harga bahan baku menggerakkan biaya produksi Mayora dan dengan biaya kemasan, mencakup 80% dari biaya tersebut selama tiga tahun terakhir. Harga global untuk bahan baku utama Mayora, termasuk gandum, gula, kopi, dan minyak sawit mentah (CPO) melonjak sejak tahun 2021. Harga CPO turun ke USD1.501,10 per juta ton (mt) pada Juni dari harga rata-rata 5M22 di USD1.608,75/mt. Sama halnya, harga gandum red soft winter menurun ke USD379,89/mt pada juni dari harga rata-rata 5M22 pada USD395,37/mt dan puncak harga USD446,66/mt pada Maret.
Fitch percaya bahwa merek-merek Mayora yang kuat, terutama pada segmen-segmen dimana perusahaan sebagai pemimpin pasar, akan memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan harga jualnya untuk meringankan biaya harga komoditas yang tinggi. Perusahaan telah menyesuaikan harga jualnya sejak 3Q21.
|Baca juga: BEDAH SAHAM: Pelonggaran Mobilitas Berdampak Positif bagi Kinerja Mayora (MYOR)
“Fitch melihat masih ada ruang untuk Mayora melakukan penyesuaian harga lebih lanjut di tahun 2022. Namun, ini akan tergantung pada dinamika persaingan dan peningkatan tekanan inflasi yang dapat membatasi fleksibilitas Mayora untuk menyesuaikan harga.”
Mayora mempertahankan volume penjualannya hingga 1Q22 bahkan dengan penyesuaian harga. Perusahaan juga cepat pulih dari gangguan-gangguan terkait Covid-19 dengan pertumbuhan pendapatan sebesar 14% pada tahun 2021, dibandingkan penurunan sebesar 2% pada tahun 2020.
Fitch beropini FCF Mayora akan tetap dibawah tekanan dalam jangka pendek, untuk mendukung konstruksi pabrik baru untuk biskuit dan wafer di Jayanti dan Pasuruan. Fitch memproyeksikan intensitas belanja modal sebesar 11% pada tahun 2022 (2021: 3.5%) dan 6% pada tahun 2023 sebelum normalisasi ke 2%. Namun demikian, Fitch mengekspektasikan metrik kredit Mayora akan tetap kuat dengan net debt/EBITDA di bawah 1,5x pada tahun 2022-2023 dan EBITDA/interest di atas 6,0x. Selain itu, belanja modal tinggi Mayora akan berdampak baik pada pertumbuhan pendapatan perusahaan pada tahun 2024 dan 2025.
Ekspor ke lebih dari 90 negara, seperti Filipina, China, dan Vietnam, berkontribusi 35% dari volume penjualan Mayora, atau 40% dari pendapatan perusahaan dinilai merupakan langkah diversifikasi yang baik. Pendapatan per segmen juga cukup seimbang, dengan lini confectionary dan minuman masing-masing berkontribusi 55% dan 45%. Confectionary mendominasi penjualan domestik Mayora, sementara segmen minuman menopang penjualan ekspor perusahaan.
Penjualan ekspor Mayora, yang Fitch estimasi akan tetap berkontribusi sekitar 40% pada pendapatan bersih perusahaan, dapat memberikan natural hedge terhadap sebagian impor bahan bakunya. Apresiasi US dollar terhadap rupiah Indonesia dapat menguntungkan Mayora dalam jangka pendek, karena pendapatan perusahaan dalam US dollar yang besar. Namun, Fitch memperkirakan dampaknya akan netral dalam jangka menengah karena impor perusahaan yang cukup besar.
Perusahaan mengimpor rata-rata sekitar 30% dari bahan bakunya, termasuk bahan-bahan seperti tepung jagung dan produk susu. Lebih dari 70% saldo kas Mayora pada akhir 2021 dalam mata uang asing. Seluruh utang Mayora pada akhir 2021 dalam rupiah.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News