1

Harga Bitcoin Diramal Masih Akan Pulih Lagi ke Level US$110.000

Aplikasi Tokocrypto. | Foto: Tokocrypto

Media Asuransi, JAKARTA – Tokocrypto mencatat harga Bitcoin (BTC) mengalami koreksi tajam dan sempat turun di bawah level US$108.000 atau sekitar Rp1,75 miliar pada Kamis (12/6), menyusul rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) Amerika Serikat (AS) bulan Mei yang naik menjadi 2,4% secara tahunan.

Kenaikan inflasi ini memicu kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan menunda pemangkasan suku bunga, sehingga menekan pasar kripto secara keseluruhan. Sebelumnya, pasar sempat bereaksi positif setelah Amerika Serikat dan China dilaporkan mencapai kesepakatan untuk memulihkan gencatan senjata perdagangan, menyusul dua bulan perang tarif dan diskusi intensif di London.

Kesepakatan ini sempat mengangkat sentimen investor, mendorong harga Bitcoin ke kisaran US$110.000 dan memicu pergerakan naik pada altcoin seperti Ethereum (ETH) yang mengincar level US$3.000. Namun, laporan CPI yang dirilis kemudian membalikkan optimisme pasar.

|Baca juga: AS-China Mulai ‘Berdamai’, Bitcoin Tembus Rekor Baru di Juni 2025

Saat ini, BTC diperdagangkan di kisaran US$107.594, turun sekitar 2,3% dalam 24 jam terakhir. Meski begitu, tekanan beli dari investor yang terus mengakumulasi aset serta minimnya aksi jual besar-besaran memberikan harapan akan potensi pemulihan harga dalam waktu dekat.

“Meski terjadi koreksi, posisi Bitcoin saat ini masih berada jauh di atas rata-rata pergerakan kunci. Ini menjadi indikator bahwa kekuatan tren jangka menengah hingga panjang masih terjaga,” ujar Fyqieh Fachrur, Analis Tokocrypto, dalam keterangan resmi dikutip, Minggu, 15 Juni 2025.

Dia menambahkan, investor tetap menunjukkan optimisme dengan terus mengakumulasi BTC, meskipun gagal mempertahankan level psikologis US$110.000 atau sekitar Rp1,78 miliar sebagai support.

“Data on-chain menunjukkan arus keluar dari bursa tetap tinggi. Ini menandakan investor lebih memilih menyimpan asetnya dalam jangka panjang, bukan menjual. Tekanan beli inilah yang akan menjadi faktor penting dalam pemulihan harga,” jelas Fyqieh.

Secara teknikal, jika Bitcoin mampu bertahan di atas level support kuat US$106.265, maka ada peluang menuju pemulihan ke US$110.000. Jika berhasil melewati level ini dan mengonfirmasinya sebagai support, BTC diproyeksikan dapat melanjutkan tren naik menuju level tertinggi sepanjang masa di US$111.980.

|Baca juga: Bitcoin Masuk Fase Konsolidasi, Ethereum Bersinar?

Namun, risiko penurunan masih ada jika tekanan makroekonomi meningkat. Jika BTC tergelincir di bawah US$106.265, harga dapat meluncur ke kisaran US$105.000, yang bisa membatalkan proyeksi bullish dalam jangka pendek.

Dari sisi makroekonomi, para pelaku pasar saat ini bertaruh bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini, dimulai dari pertemuan FOMC bulan September. Data dari CME FedWatch menunjukkan peluang sebesar 57% bahwa suku bunga akan turun menjadi kisaran 4%–4,25% pada bulan tersebut.

“Jika penurunan inflasi berlanjut dan The Fed mulai melonggarkan kebijakan moneternya, ini bisa menjadi katalis tambahan bagi pasar kripto, termasuk Bitcoin, untuk melanjutkan penguatan,” kata Fyqieh.

Sementara itu, tekanan dari pemerintah AS terhadap The Fed juga terus meningkat. Presiden AS, Donald Trump dan Wakil Presiden AS, JD Vance mendesak pemangkasan suku bunga sebesar 100 basis poin untuk meredam beban bunga atas utang negara.

Meskipun BTC belum menunjukkan reli besar dalam jangka pendek, indikator pasar dan dukungan fundamental memberikan harapan kuat bahwa pemulihan akan terjadi, dengan target jangka pendek berada di level US$110.000.

Editor: Achmad Aris

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post 5 Destinasi Wisata di Asia yang Tawarkan Ketenangan dan Keindahan Alam
Next Post Di Balik Penjualan Mobil Listrik yang Pesat, BYD Hadapi Risiko Keuangan Serius

Member Login

or