Media Asuransi, JAKARTA – Infovesta Utama menilai instrumen obligasi saat ini masih menarik, tercermin dari kenaikan yield yang tidak begitu signifikan atau hanya bertengger di level 6,72% yang artinya terlihat optimisme para pelaku pasar seiring dengan ekonomi dalam negeri yang solid.
Melalui Weekly Mutual Funds Update, Tim Riset Infovesta Utama menjelaskan faktor pendukung lain adalah adanya dukungan BI dalam memitigasi dampak tapering dan kenaikan suku bunga The Fed juga cenderung berhati-hati. Selain itu, adanya program pemerintah seperti aturan investasi 30% pada SBN untuk investor institusi dan tarif pajak lebih rendah untuk dana repatriasi yang diinvestasikan pada SBN dalam Tax Amnesty Jilid-II, turut menopang pasar obligasi dalam negeri.
“Hal ini tentunya menjadi katalis positif bagi reksa dana pendapatan tetap. Lebih jauh, tekanan tentu akan tetap terlihat dalam kebijakan pengetatan moneter, namun investor dapat menggunakan momentum tersebut untuk buy on weakness terhadap obligasi dengan peringkat, imbal hasil dan likuiditas yang baik. Di samping itu, pemilihan tenor pendek juga dapat menjadi opsi.”
|Baca juga: BI Bakal Jual Kembali Obligasi yang Dibeli dari Pemerintah
Sebelumnya, The Fed mengumumkan kenaikan suku bunganya sebesar 25 bps atau 0,25% dalam FOMC pekan lalu. Kenaikan suku bunga tersebut memang cenderung hawkish, namun sesuai ekspektasi. Target kenaikan suku bunga tahun ini berada di level 1,75% – 2% dan berangsur menurun pada 2023 hingga mencapai target inflasi 2% pada 2024. Ekonomi yang dinilai sudah cukup kuat dalam melakukan pengetatan moneter menjadi dasar pertimbangan The Fed dalam melakukan pengetatan moneter, meskipun di sisi lain konflik Rusia-Ukraina terus mendorong naiknya harga komoditas global yang juga menjadi faktor pendorong inflasi.
Merespons hal tersebut, Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuannya sebesar 3,5% dalam RDG BI yang berlangsung pekan lalu. Inflasi yang masih terjaga dalam target inflasi BI, yakni 2%-4% dan kondisi ekonomi dalam negeri yang cukup tangguh menjadi dasar BI memandang bahwa saat ini belum waktunya menaikkan tingkat suku bunga demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendukung pemulihan ekonomi di tengah risiko global imbas perang.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi dalam negeri turut dipertahankan pada kisaran 4,7%-5,5% sebagaimana outlook kredit dan neraca transaksi yang masih terkendali di mana mengindikasi optimisme regulator di tengah kenaikan harga komoditas.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News