Media Asuransi, JAKARTA – Infovesta Utama merekomendasikan investor dapat melakukan aksi buy on weakness pada beberapa saham big caps yang mengalami koreksi di antaranya pada sektor perbankan dan memanfaatkan momentum dividen.
Sedangkan pada obligasi, saat ini masih menjadi waktu yang tepat untuk mengoleksi SUN. Investor dapat menambah porsi tenor jangka pendek sebagai langkah antisipasi risiko.
Melalui Weekly Mutual Funds Update dikutip, Selasa, 25 Juni 2024, Tim Riset Infovesta memaparkan dalam sepekan terakhir kinerja IHSG bergerak bullish sebesar +2,16% ke level 6.879,98. Sikap optimisme pelaku pasar terhadap kembali surplusnya neraca perdagangan Indonesia dan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga BI rate menjadi sentimen positif IHSG.
|Baca juga: Investor Bisa Buy on Weakness Saham Big Caps yang Alami Koreksi
Selain itu, keluarnya saham BREN dari pemantauan khusus FCA dan rebound-nya saham Big-four perbankan serta asing melakukan aksi beli tercatat Rp333,5 miliar menjadi sentimen positif tambahan penggerak IHSG. Posisi top market leader dicatatkan oleh BREN (+15,92%), BMRI (+6,52%), dan BBRI (+6,22%). Rilis data neraca perdagangan Indonesia mengalami peningkatan surplus sebanyak US$2,93 miliar pada Mei 2024 (vs US$2,72 miliar Apr’24).
“Peningkatan surplus didorong oleh laju pertumbuhan ekspor yang lebih cepat dari laju pertumbuhan impor dengan laju impor menunjukan penurunan pertumbuhan (Ekspor: 2,86% YoY; Impor: -8,83% YoY).”
Berdasarkan negara mitra perdagangan yang mencatatkan surplus penyumbang neraca perdagangan yakni India, Amerika Serikat, dan Jepang. Sedangkan China, Australia, dan Thailand mencatatkan defisit terbesar dalam kontribusi neraca perdagangan Indonesia. Neraca perdagangan Indonesia yang masih konsisten dapat mencerminkan ekspor-impor (X-M) memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (PDB).
Rilis data laju kredit tetap mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 12,15% YoY pada Mei 2024, meskipun melambat jika dibandingkan periode sebelumnya sebesar 13,09% YoY. Laju kredit menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat yang masih terjaga. Selain itu, laju pertumbuhan kredit berkorelasi secara langsung terhadap earnings growth perbankan secara umum.
|Baca juga: Wall Street Bervariasi, Dolar AS Tergelincir
Sentimen dari global, rilis data harga rumah China terbaru mengalami deflasi sebesar -3,9% YoY. Krisis properti yang berkelanjutan disebabkan oleh pengembang yang gagal membayar hutang dan menunda pembangunan proyek perumahan yang telah terjual sebelumnya.
Meskipun pemerintah China telah memberikan berbagai stimulus dan relaksasi untuk mendorong sektor properti. Selain itu, Bank sentral China kembali menahan laju suku bunga pinjaman di level rendah (1y: 3,45%; 5y: 3,95%).
Dari AS, rilis data penjualan ritel AS lebih lemah dari ekspektasi pada Mei 2024 (+0,1% MoM vs ekspektasi :+0,2% MoM). Tingkat konsumsi masyarakat AS yang melambat diharapkan mampu menekan laju pertumbuhan ekonomi AS.
Pada pasar obligasi, Infovesta Gov. Bond Index turun tipis sebesar -0,09% ke level 10.238 poin. Namun demikian, Yield SUN-10y turun 2,00bps di level 7,25%. Sentimen kuat penggerak pasar obligasi yakni Bank Indonesia (BI) kembali menahan laju suku bunga di level 6,25%. Hal ini menjadi sentimen positif penggerak pasar obligasi domestik.
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News