Media Asuransi, GLOBAL – Harga minyak naik sekitar satu persen pada akhir perdagangan Senin waktu setempat (Selasa pagi WIB). Hal itu didorong oleh prospek kuatnya musim panas yang mendorong permintaan, ketegangan di Timur Tengah, dan serangan pesawat tak berawak terhadap kilang-kilang Rusia menyebabkan kekhawatiran mengenai pasokan.
Mengutip The Business Times, Selasa, 25 Juni 2025, Brent berjangka untuk pengiriman Agustus ditutup pada US$86,01 per barel, naik 77 sen atau 0,9 persen. Minyak mentah AS menetap di US$81,63 per barel, naik 90 sen atau 1,1 persen. Kedua benchmark tersebut menguat sekitar tiga persen pada minggu lalu yang merupakan kenaikan mingguan kedua berturut-turut.
Pelonggaran dolar AS menambah kekuatan harga minyak mentah. “Alasan utama yang mendasari penguatan harga adalah meningkatnya keyakinan bahwa persediaan minyak global pasti akan anjlok selama musim panas di belahan bumi utara,” kata Tamas Varga dari pialang minyak PVM, mengacu pada permintaan musiman terhadap produk minyak.
“Setelah penurunan besar dalam persediaan minyak mentah dan bensin AS pada minggu lalu, para pedagang menunggu untuk melihat apakah laporan yang dirilis pada Rabu akan memberikan bukti lebih lanjut tentang permintaan bensin yang kuat dan berkelanjutan,” kata Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger, di New York.
|Baca juga: Astra Life Lindungi Lebih dari 2,3 Juta Tertanggung
Investor nantikan data ekonomi
Di sisi lain, Harga emas global naik tipis pada akhir perdagangan Senin waktu setempat (Selasa pagi WIB) seiring dengan penurunan imbal hasil treasury. Sedangkan investor menunggu data ekonomi dan komentar dari pejabat Federal Reserve sepanjang minggu ini untuk kejelasan mengenai jadwal penurunan suku bunga bank sentral AS.
Harga emas di pasar spot naik 0,2 persen menjadi US$2,324.36 per ons pada pukul 01.55 GMT. Emas berjangka AS juga naik tipis 0,2 persen menjadi US$2.336,70. Sedangkan perak di pasar spot naik 0,1 persen menjadi US$29,55 per ons, platinum turun 0,2 persen menjadi US$990,30, dan paladium turun 0,1 persen menjadi US$947,50.
Imbal hasil obligasi Pemerintah AS bertenor 10 tahun yang menjadi acuan turun tipis dan bertahan di angka 4,2496 persen, membuat emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil lebih menarik bagi investor.
Sementara itu, permintaan emas batangan fisik di India, konsumen emas terbesar kedua di dunia, melambat pada minggu lalu. Hal itu terjadi karena harga mendekati rekor tertinggi sehingga mengurangi pembelian ritel karena tidak adanya hari raya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News