1
1

Meneropong Potensi Pasar Finansial 2026

Head of Investment Specialist MAMI, Freddy Tedja. | Foto: MAMI

Media Asuransi, JAKARTA – Saat ini kita sudah di titik akhir tahun 2025 yang bergerak sangat dinamis. Tahun 2026 mendatang, tema besar dari perekonomian global adalah ‘Sinkronisasi yang diakibatkan oleh fragmentasi’.

Menurut Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Freddy Tedja, fragmentasi tatanan ekonomi dan geopolitik akibat kebijakan tarif perdagangan serta kebijakan luar negeri antarnegara, justru membuat banyak negara mengimplementasikan pelonggaran moneter dan ekspansi fiskal secara bersamaan, walaupun dengan alasan dan penyebab yang berbeda-beda.

|Baca juga:BEI Perdalam Pasar Keuangan RI Melalui Grand Launching SPPA Repo dan Penyedia ETP Antarpasar

Sedangkan untuk perekonomian domestik, temanya adalah ‘Terbukanya jalan pemulihan’. “Kami melihat dampak segala upaya dan kebijakan pro pertumbuhan yang masif dilakukan sejak akhir tahun 2024 diperkirakan akan mulai dirasakan tahun 2026 dan membuka jalan pemulihan lebih lanjut, namun tentu saja masih perlu ditopang oleh kebijakan-kebijakan lanjutan yang tepat sasaran,” kata Freddy dalam keterangan tertulis yang dikutip Sabtu, 20 Desember 2025.

Lebih lanjut dia jelaskan bahwa jika dikaji lebih dalam, pertumbuhan ekonomi global pada 2026 diperkirakan lebih baik dari ekspektasi awal. Namun belum kembali ke level normal pra pandemi. Jadi yang lebih tepat adalah ‘lebih resilien’.

Dalam proyeksi ekonomi global terbaru yang rilis bulan Oktober 2025, IMF memproyeksikan perekonomian global 2026 akan tumbuh di kisaran 3,0-3,1 persen, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata periode pra pandemi di 3,7 persen. “Namun relatif resilien di tengah tantangan kenaikan tarif dan fragmentasi ekonomi global yang terjadi,” jelas Freddy.

|Baca juga: Bappenas Tegaskan Investasi Infrastruktur Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8%

Menurutnya, penopang pertumbuhan ekonomi global 2026 adalah konsumsi dan belanja modal korporasi. Konsumsi diperkirakan tetap resilien didukung oleh peningkatan kekayaan terutama dari kenaikan pasar saham di 2025, sementara peningkatan belanja modal dan investasi korporasi terjadi terutama untuk infrastruktur terkait artificial intelligence (AI).

Di lain pihak, perdagangan global diperkirakan melandai terimbas kenaikan tarif dan pupusnya aktivitas frontloading ekspor. Dalam perspektif jangka menengah, fragmentasi ekonomi global memberikan tantangan bagi pertumbuhan ekonomi, menciptakan barrier terhadap iklim ekonomi dibandingkan dengan dekade sebelumnya.

“Namun jika kita melihat jangka pendek 2026, memang diperkirakan pertumbuhan masih cukup resilien,” tutur Freddy.

MAMI memperkirakan tahun 2026 akan menjadi fase akhir siklus penurunan suku bunga di berbagai negara. Walaupun siklus penurunan sudah di periode akhir, untuk sementara waktu kebijakan suku bunga diperkirakan akan bertahan di level rendah.

Hal ini terjadi seiring dengan ekspektasi moderasi inflasi dan moderasi aktivitas ekonomi di berbagai kawasan, kecuali inflasi di Asia yang justru diperkirakan beranjak meningkat dari level lowest base yang terjadi di tahun 2025.

Editor: S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Askrindo Bayarkan Klaim Rp105 Juta untuk UMKM Terdampak Bencana Sumatra Utara dan Aceh
Next Post Allianz Donasi 600 Ribu Euro untuk Layanan Penyelamatan dan Bantuan Regional

Member Login

or