Media Asuransi, JAKARTA – Tokocrypto memperkirakan harga Bitcoin berpeluang menembus target harga di kisaran US$135.000 hingga US$150.000. Namun demikian, investor disarankan tetap berhati-hati di tengah dinamika pasar yang masih fluktuatif.
Sebelumnya, Bitcoin kembali mencetak rekor harga tertinggi sepanjang masa dalam sepekan terakhir, seiring meningkatnya arus masuk ke ETF spot dan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter oleh Federal Reserve (The Fed). Aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar ini sempat menyentuh level US$123.218 atau sekitar Rp2 miliar (kurs dolar AS Rp16.322, sebelum terkoreksi ringan ke kisaran US$118.422 (Rp1,93 miliar pada perdagangan Kamis (17/7).
Kenaikan harga Bitcoin yang konsisten sejak awal bulan Juli menjadi sinyal bahwa pasar kripto mulai memasuki fase pertumbuhan baru, didorong oleh dukungan kuat dari investor institusional dan perubahan dinamika makroekonomi global. Lonjakan harga Bitcoin dalam sepekan terakhir salah satunya dipicu oleh arus masuk dana yang signifikan ke produk ETF spot Bitcoin yang diperdagangkan di AS.
|Baca juga:Investasi Bitcoin Bisa Jadi Solusi di Tengah Tekanan Ekonomi, Kok Bisa?
Menurut data Farside Investors, total arus masuk bersih ke ETF Bitcoin mencapai lebih dari US$7,8 miliar dalam 10 hari terakhir, mencatatkan salah satu periode pembelian institusional terbesar sejak ETF ini disetujui pada Januari 2025.
Produk ETF seperti BlackRock iShares Bitcoin Trust (IBIT) dan Fidelity Wise Origin Bitcoin Fund (FBTC) mencatat rekor harian arus masuk lebih dari US$1,3 miliar, menandakan meningkatnya permintaan dari investor besar yang ingin mendapatkan eksposur terhadap Bitcoin tanpa harus memegang aset dasarnya secara langsung.
“Tren ini menunjukkan pergeseran fundamental dalam struktur pasar Bitcoin. Kita mulai melihat arus masuk institusional yang kuat dan berkelanjutan, yang menjadi fondasi penting untuk reli jangka panjang,” ujar Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, dalam keterangan resmi dikutip, Minggu, 20 Juli 2025.
Arah pergerakan harga Bitcoin dalam waktu dekat akan sangat bergantung pada sejumlah katalis utama, seperti perkembangan pemungutan suara di Kongres AS terkait rancangan undang-undang kripto, data penjualan ritel AS, serta tren aliran dana ke ETF spot Bitcoin.
|Baca juga:Pelaku Industri Kripto Dukung Finalisasi Aturan Pajak Kripto
Fyqieh mengungkap, jika terjadi kemunduran dalam pembahasan regulasi di Kongres, penjualan ritel AS menunjukkan pelemahan, The Fed kembali menyuarakan kebijakan bernada hawkish, dan arus keluar dari ETF meningkat, maka harga Bitcoin berpotensi mengalami koreksi menuju level US$115.000 atau sekitar Rp1,87 miliar.
Koreksi ini juga dapat mendorong harga menguji level support teknikal penting di 50-day Exponential Moving Average (EMA). Sebaliknya, apabila muncul dukungan bipartisan terhadap regulasi kripto, data ekonomi AS menunjukkan penguatan, dan The Fed menyampaikan retorika dovish disertai kelanjutan arus masuk ke ETF, maka Bitcoin berpeluang menguji kembali rekor harga tertinggi sebelumnya di US$122.057, bahkan melampauinya.
“Pasar sangat reaktif terhadap perkembangan makro dan kebijakan. Kombinasi arus dana besar dan momentum regulasi yang positif bisa menjadi bahan bakar bagi Bitcoin untuk terus menanjak. Namun sebaliknya, sinyal negatif bisa memicu koreksi cepat dalam waktu singkat,” ungkap Fyqieh.
Dengan melihat kombinasi arus masuk institusional, kelangkaan pasokan, dan sentimen makro yang positif, banyak analis memperkirakan bahwa Bitcoin berpeluang menembus target harga berikutnya di kisaran US$135.000 (Rp2,2 miliar) hingga US$150.000 (Rp2,4 miliar) dalam beberapa bulan ke depan.
Namun, Fyqieh menekankan pentingnya kehati-hatian di tengah dinamika pasar yang masih fluktuatif. “Kita sedang berada di fase penting. Jika ekspektasi terhadap suku bunga, regulasi, dan arus ETF tetap sejalan, Bitcoin punya ruang besar untuk naik. Tapi semua itu bergantung pada data dan keputusan kebijakan yang bisa berubah sewaktu-waktu,” tutupnya
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News