Optimisme pelaku pasar bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan melesat naik di tahun 2019 mulai menjadi kenyataan. Pada hari pertama perdagangan bursa, 2 Januari 2019, indeks ditutup di level 6.181,175. Dari hari ke hari indeks cenderung menguat, hingga akhir pekan keempat indeks berada di level 6.482,843 pada penutupan perdagangan tanggal 25 Januari 2019.
Jika merunut data penutupan perdagangan harian, di hari terakhir tiap pekan level IHSG juga menunjukkan kenaikan. Pada penutupan perdagangan hari terakhir pekan pertama, 4 Januari 2019 indeks ditutup di level 6.274,540. Di akhir pekan kedua, indeks di level 6.361,465 pada penutupan perdagangan tanggal 11 Januari 2019. Sedangkan di akhir pekan ketiga, indeks berada di level 6.448,156 pada penutupan perdagangan tanggal 18 Januari 2019. Trend itu terus berlanjut hingga penutupan akhir perdagangan pekan keempat, bahkan hingga akhir Januari.
Trend penguatan indeks selama bulan Januari, diyakini akan terus berlanjut di bulan Februari dan Maret. Dengan demikian akan melampaui prediksi beberapa perusahaan sekuritas, yang memperkirakan IHSG masih berada di bawah kisaran 6.400 di kuartal pertama tahun ini. Salah satu perusahaan sekuritas yang memiliki prediksi seperti ini adalah Reliance Sekuritas Indonesia yang di akhir tahun lalu memprediksi indeks berada di rentang 6.250-6.378 selama kuartal pertama 2019.
MNC Sekuritas memproyeksi IHSG akan terus menguat di bulan Februari 2019 sebagai kelanjutan penguatan indeks di bulan Januari. Penguatan tersebut juga diperkirakan terjadi seiring dengan adanya pergerakan positif indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di bursa AS. Dari dalam negeri, sentimen positif berasal dari penguatan sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS serta melambatnya kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI 7-Day Repo Rate di akhir 2018 hingga awal tahun ini.
Pada bulan Januari 2019, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yakni Federal Reserve (The Fed) dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan, sehingga Fed Fund Rate di kisaran 2,25-2,5 persen. Sejumlah analis pasar modal berpendapat bahwa pandangan dovish The Fed membuat IHSG, nilai tukar rupiah, dan indeks global menguat. Menurut analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji, keputusan The Fed tersebut ditambah dengan stabilitas fundamental makroekonomi domestik yang inklusif dan berkesinambungan, ikut memberikan dampak positif bagi meningkatnya capital inflow yang mengalir ke pasar modal tanah air.
Secara terpisah, Kepala Riset Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe menegaskan bahwa dampak positif hasil rapat FOMC terhadap indeks global dan IHSG. “Ketika The Fed menahan suku bunga, dolar AS melemah dan dampaknya langsungnya, rupiah akan menguat,” ujarnya. Dampak lanjutannya, IHSG akan menguat dan investor akan lebih berani masuk ke Indonesia. Karena mereka menganggap bahwa jika The Fed tidak menaikkan suku bunga berarti ada tanda-tanda pertumbuhan AS tidak akan tinggi lagi atau mungkin cenderung menurun. Sehingga pelaku pasar mencari negara emerging market yang bisa memberikan profit atau gain yang lebih besar.
Pendapat senada disampaikan oleh Head of Research Lotus Andalan Sekuritas Krishna Setiawan. Menurut dia, keputusan The Fed mempertahankan suku bunganya berdampak positif bagi bursa global dan IHSG serta nilai tukar rupiah. Dia jelaskan, dampak pernyataan dovish The Fed tersebut lebih menguntungkan Indonesia, karena nilai tukar rupiah ikut menguat seiring tertahannya suku bunga acuan The Fed.
Sementara itu, Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji memperkirakan, sentimen tertahannya suku bunga acuan The Fed ini akan mewarnai kinerja bursa sampai rapat FOMC berikutnya, yakni pada bulan Maret 2019. “Untuk jangka pendek dampaknya akan bagus, hingga diperkirakan bahwa The Fed akan mulai menaikkan suku bunga acuan pada Maret 2019 nanti,” jelasnya.
Jika proyeksi beberapa analis ini benar, maka laju penguatan IHSG yang terjadi di bulan Januari 2019 akan terus berlanjut di bulan Februari 2019. Apalagi jika datang sentimen positif dari pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018, oleh Badan Pusat Statistik di bulan Februari 2019. Artinya, kondisi pasar akan lebih baik dibanding tahun lalu. Semoga. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News