Pasar saham di Indonesia bergejolak seiring volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, beberapa bulan terakhir. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat melorot hingga level 5.700-an, turun signifikan karena indeks sempat berada di level 6.000-an. Dalam kondisi seperti ini, hingga akhir Mei lalu ada 17 perusahaan yang melakukan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), sekitar 29 persen dari jumlah perusahaan yang berencana melakukan IPO (initial public offering) pada tahun ini. Trend penguatan indeks menjelang akhir Mei, diyakini menjadi stimulan bagi mereka untuk segera merealisasikan rencana IPO-nya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penghimpunan dana di pasar modal hingga 21 Mei 2018 telah mencapai Rp61 triliun. Dana tersebut berasal dari penerbitan obligasi dan penawaran umum. “Hingga 21 Mei, penghimpunan dana di pasar modal telah mencapai Rp61 triliun dengan emiten baru 16 perusahaan,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso Wimboh di Jakarta, akhir Mei 2018.
Dia tambahkan, untuk tahun 2018 ini ada 58 perusahaan yang berencana menerbitkan obligasi serta melakukan penawaran umum alias IPO dengan total nilai indikatif Rp66,35 triliun. “Dan ini kemungkinan masih bisa bertambah dengan berjalannya waktu, tahun lalu kita bisa mencapai di atas Rp 150 triliun,” tuturnya. Menurut Wimboh, ini merupakan strategi untuk pembiayaan jangka menengah dan panjang. “Ini penting supaya perbankan tidak terlalu mendapatkan kendala dalam pembiayaan jangka panjang,” tandasnya.
Salah satu dari 58 perusahaan yang dimaksud Wimboh Santoso adalah PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk yang secara resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir Mei 2018, dengan kode saham ‘TUGU’. Anak perusahaan PT Pertamina (Persero) ini menjadi emiten ke-17 yang mencatatkan sahamnya melalui penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) sepanjang 2018.
Dalam rilis yang diterima Media Asuransi disebutkan bahwa kode saham TUGU dipilih perseroan sebagai langkah awal rebranding perseroan menggunakan call-name ‘Tugu Insurance’. Dalam penawaran umum perdana saham ini, Tugu Insurance melepas 177,78 juta unit saham atau 10 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan. Dengan harga IPO Rp3.850 per saham, perseroan akan memperoleh dana sekitar Rp684 miliar.
Menurut rencana, 70 persen dana akan digunakan untuk pengembangan bisnis termasuk penguatan infrastruktur produk–produk ritel dan 30 persen untuk peningkatan modal anak usaha yakni PT Tugu Reasuransi Indonesia (TuguRe). “Kami meyakini perolehan dana dari IPO ini sudah mampu mendukung belanja modal dan pengembangan bisnis untuk jangka 3-5 tahun ke depan,” kata Presiden Direktur Tugu Insurance Indra Baruna.
Dia menambahkan, harga saham yang ditawarkan adalah harga yang ‘fair’ sesuai dengan fundamental perseroan yang kuat. Manajemen optimistis mampu menjalankan semua strategi bisnis yang telah ditetapkan pada awal tahun ini, termasuk untuk memperluas market dengan memasuki bisnis ritel & SME (small and medium enterprises) di samping memperkuat market share di sektor korporasi. Dengan memasuki segmen ritel & SME diharapkan dapat memperbaiki portfolio balancing di Tugu Insurance, sehingga ke depan dapat meningkatkan sustainability result serta dapat melayani masyarakat yang lebih luas.
Melihat kondisi makro dan pasar keuangan belakangan ini, Indra mengakui kondisi pasar saham sedang kurang kondusif meski demikian, potensi pasar yang sangat besar tetap akan menarik bagi investor. “Potensi pasar asuransi itu ditopang oleh faktor demografi, penetrasi pasar yang masih sangat rendah, tren pertumbuhan industri, pertumbuhan GDP, dan meningkatnya kualitas pendidikan masyarakat membuat asuransi menjadi industri yang menarik bagi para investor,” jelasnya.
Kondisi pasar yang kurang bagus sebagaimana disampaikan Indra Baruna, mendapat konfirmasi jika melihat data pergerakan indeks saham akhir-akhir ini. Sebulan terakhir, dari akhir April hingga akhir Mei 2018 indeks di pasar modal masih berfluktuasi. Data perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 27 April 2018 menunjukkan bahwa pada awal perdagangan IHSG (indeks harga saham gabungan) naik 82,937 poin ke level 5.992,135 sedang indeks LQ45 bertambah 18,587 poin ke level 961,872. Namun menjelang siang IHSG sedikit turun ke level 5.909,930 sedangkan indeks LQ45 di level 944,318. Akhirnya saat penutupan perdagangan di sore hari, IHSG berada di level 5.919,238 dan indeks LQ45 di level 945,638.
Pada perdagangan di lantai bursa hari itu, enam saham sektoral mengalami pelemahan dan menahan penguatan yang sempat dialami IHSG pada pagi hari. Sebanyak 191 saham yang menguat, sementara 202 saham melemah dan 101 saham stagnan. Laju stagnan IHSG terjadi di tengah aksi jual investor asing yang mencatat jual bersih sebesar Rp357,83 miliar. Perdagangan saham sore ini terpantau ramai dengan frekuensi perdagangan 383.782 kali transaksi sebanyak 8,3 miliar lembar saham senilai Rp9,1 triliun.
Sepekan kemudian, pada tanggal 4 Mei 2018, indeks saham masih berada dalam tekanan sehingga pada saat penutupan perdagangan hari itu IHSG berada di level 5.792. Kondisi itu terjadi saat nilai tukar dolar AS terhadap rupiah terus mendekat ke level Rp14.000, yakni di level Rp13.933 per dolar AS. Padahal, saat perdagangan preopening, IHSG masih di level 5.849,309. Pada perdagangan hari itu posisi tertinggi yang sempat dicatatkan IHSG berada di 5.855,106 dan terendah di 5.768,384. Laju IHSG terpantau moderat dengan frekuensi perdagangan 335.107 kali transaksi sebanyak 7,9 miliar lembar saham senilai Rp7,8 triliun.
Sembilan sektor saham tercatat melemah dengan pelemahan paling dalam dialami sektor keuangan yang jatuh sebesar 2,20 persen. Pada perdagangan hari itu, 118 saham menguat, 257 saham melemah dan 114 saham stagnan. Pelemahan ini merupakan imbas dari indeks utama bursa AS ditutup mixed dengan mayoritas ditutup melemah pada akhir sesi perdagangan hari sebelumnya. Indeks AS mayoritas berada di zona merah seiring dengan rilisnya data Balance of Trade AS bulan Maret yang masih mencatatkan defisit 49 miliar dolar AS.
Fluktuasi indeks saham di BEI terus berlanjut di pertengahan bulan Mei 2018. Data perdagangan bursa menunjukkan bahwa pada perdagangan tanggal 11 Mei 2018, IHSG berada di level 5.956,833 pada saat penutupan perdagangan hari itu. Sementara itu indeks LQ45 ditutup di level 962,010. Kondisi ini terjadi saat indeks utama bursa saham AS justru menunjukkan penguatan pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sepekan kemudian, indeks saham justru lebih rendah. Pada saat penutupan perdagangan bursa pada tanggal 18 Mei 2018, IHSG di level 5.783,310 sedangkan indeks LQ45 di level 918,894. Melemahnya indeks saham dipengaruhi oleh melemahnya delapan sektor saham. Sebanyak 149 saham naik, 237 saham melemah dan 120 saham stagnan. Investor asing mencatat jual bersih Rp 689,01 miliar. Sentimen pelemahan indeks saham dating dari melemahnya indeks Dow Jones di bursa saham AS yang turun sebesar 0,2 persen, seiring pernyataan Presiden AS Donald Trump yang meragukan perundingan dagang Amerika-China. Selain itu, kenaikan tingkat imbal hasil obligasi Pemerintah AS naik diatas level 3,1 persen, juga membayangi pergerakan bursa regional pagi hari ini kendati diperdagangkan sedikit positif.
Di minggu keempat Mei, level IHSG mulai meningkat. Pada akhir perdagangan tanggal 23 Mei 2018, IHSG berada di level 5.792,001 dan indeks LQ45 di level 922,683. Memang sedikit melemah jika dibandingkan posisi tertinggi IHSG hari itu yakni di level 5.850,539. Penguatan IHSG ditopang naiknya tujuh sektor saham. Frekuensi perdagangan saham 424.489 kali transaksi sebanyak 9,0 miliar lembar saham senilai Rp8,9 triliun. Sebanyak 177 saham menguat, 203 saham melemah dan 109 saham stagnan.
Trend penguatan indeks terus berlanjut hingga akhir pekan, seiring makin stabil dan cenderung menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 29,204 poin ke level 5.975,742 pada akhir perdagangan 25 Mei 2018. Sementara itu indeks LQ45 naik 4,516 poin ke level 958,384. Pada perdagangan hari itu, posisi tertinggi yang sempat dicatatkan IHSG adalah berada di level 6.003,224. Penguatan IHSG terjadi di tengah perdagangan yang cenderung moderat dengan frekuensi perdagangan saham 405.482 kali transaksi sebanyak 7,0 miliar lembar saham senilai Rp7,3 triliun.
Trend penguatan indeks yang terjadi menjelang akhir Mei, diyakini oleh pelaku pasar akan terus berlanjut. Mulai stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS serta kinerja emiten yang diperkirakan makin meningkat di kuartal kedua, diharapkan menjadi sentimen positif bagi pasar. Dalam kondisi seperti ini, diperkirakan beberapa perusahaan akan segera melaksanakan IPO yang memang sudah dijadwalkan. Dari 58 perusahaan yang berencana melakukan IPO di tahun ini, hingga akhir Mei lalu baru 17 yang melaksanakannya. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News