Data yang dirilis OJK 22 Mei 2019 menyebutkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat sebesar 4,21 persen sepanjang periode Januari-April 2019. Net buy investor nonresiden total di seluruh pasar tercatat sebesar Rp65,24 triliun, yang terdiri dari net buy di pasar reguler sebesar Rp6,62 triliun, net buy di pasar nego (over the counter), dan tunai sebesar Rp58,62 triliun. Menurut Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis Anto Prabowo, penguatan juga terjadi di pasar Surat Berharga Negara (SBN), yang tercermin dari net buy di pasar SBN oleh investor nonresiden sebesar Rp67,1 triliun dan turunnya rata-rata yield SBN sebesar 26,54 bps ytm (basis points-year to month).
Namun demikian, OJK melihat bahwa sejalan dengan naiknya ketidakpastian di pasar global, pasar keuangan melemah di Mei 2019. Investor nonresiden membukukan net sell sebesar Rp7,83 triliun mtd (month to date) hingga 17 Mei 2019, yang mempengaruhi penurunan IHSG sebesar 9,7 persen mtd. Di periode yang sama, investor nonresiden juga mencatatkan net sell di pasar SBN sebesar Rp5,9 triliun dan yield SBN meningkat sebesar 24,2 bps mtd.
Menurut Portfolio Manager-Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Andrian Tanuwijaya, memasuki pertengahan tahun pergerakan IHSG dan Rupiah relatif lebih fluktuatif. Pada periode ini rupiah cenderung melemah karena memasuki periode pembayaran dividen. “Selain itu kita juga memasuki periode Ramadhan dan libur Lebaran di pertengahan tahun, pada periode ini perdagangan pasar saham relatif lebih sepi. Faktor-faktor ini merupakan faktor musiman yang mempengaruhi volatilitas pasar dalam jangka pendek,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Media Asuransi.
Walau demikian, menurut Andrian, idealnya kita melihat potensi pasar berdasarkan faktor fundamentalnya. Dan sejauh ini MAMI memandang fundamental pasar masih tetap sehat. Kinerja emiten diperkirakan tetap tumbuh positif tahun ini dan kondisi makroekonomi Indonesia juga tetap baik. “Oleh karena itu kami berpendapat volatilitas pasar dalam jangka pendek dapat menjadi peluang bagi investor untuk berinvestasi secara bertahap,” tuturnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa secara umum kinerja emiten kuartal pertama 2019 sedikit dibawah ekspektasi MAMI, dengan pertumbuhan laba bersih rata-rata sebesar delapan persen yoy. Menurut dia, sektor finansial dan konsumer masih menjadi penopang pertumbuhan laba IHSG, diikuti oleh sektor telekomunikasi dan properti. Sementara itu, komoditas dan semen merupakan sektor dengan pertumbuhan laba negatif sepanjang kuartal pertama 2019, sejalan dengan harga komoditas yang juga mengalami tren penurunan dalam dua kuartal terakhir.
Andrian Tanuwijaya menuturkan bahwa pihaknya masih mempertahankan target IHSG akhir tahun ini pada level 6.900–7.100. Pihaknya mengharapkan peningkatan kinerja di kuartal-kuartal berikutnya. “Kami menyadari bahwa ada banyak pelaku ekonomi yang cenderung wait and see menjelang Pemilu di April kemarin. Oleh karena itu dengan berakhirnya penyelenggaraan Pemilu yang aman dan damai, aktivitas ekonomi kami harapkan akan mulai menunjukkan peningkatan yang akan berdampak positif pada kinerja laporan keuangan emiten-emiten,” tuturnya.
Tren kenaikan IHSG sepanjang Januari-April ternyata tidak berlanjut di Bulan Mei. Data perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa pada akhir perdagangan 3 Mei 2019 IHSG ditutup turun 54,96 poin (0,86 persen) ke level 6.319,459. Sedangkan indeks LQ45 turun 9,6 poin (0,95 persen) ke level 997,335. Perdagangan saham ditransaksikan sebanyak 425.758 kali dengan nilai Rp9,4 triliun. Sebanyak 128 saham naik, 264 saham turun dan 130 saham stagnan.
Pada pertengahan Mei, IHSG melorot lebih tajam hingga akhirnya berada di level 5.826,868 pada penutupan perdagangan tanggal 17 Mei 2019. Sementara itu pada akhir perdagangan tanggal 22 Mei 2019, IHSG ditutup di level 5.939,636, sedangkan indeks LQ45 ke level 921,737. Perdagangan saham pada hari itu dilaporkan berlangsung sepi, ditransaksikan 325.641 kali dengan nilai Rp6,8 triliun. Sebanyak 193 saham naik, 193 saham turun, dan 149 saham stagnan.
Sementara itu data perdagangan dari lantai bursa pada tanggal 22 Mei 2019 menunjukkan IHSG seharian berada di zona merah. Pada saat perdagangan dibuka, IHSG melanjutkan pelemahan 9,1 poin (0,15 persen) ke 5.942,267. Sedang indeks LQ45 turun 2,58 poin (0,28 persen) ke 922,556. Hingga sesi pertama berakhir, IHSG masih bertahan di zona merah dengan turun 19,24 poin (0,32 persen) ke level 5.932,130. Sedangkan indeks LQ45 turun 4,7 poin (0,51 persen) ke level 920,434. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News