1
1

Melirik Reksadana Saham Sebagai Pilihan Investasi

   Kondisi pasar modal dalam negeri agak bergejolak sebagai dampak dari rencana bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga. Di sisi lain, suku bunga simpanan di bank masih relatif rendah, karena Bank Indonesia (BI) tidak menaikkan suku bunga acuan (7-day Reverse Repo Rate) dan tetap mempertahankannya di level 4,25 persen. Dalam kondisi seperti ini, bagaimana peluang meraih untung dari reksadana?

   PT Manulife Asset Management Indonesia (MAMI) menilai bahwa saat ini berinvestasi di reksadana dengan aset dasar (underlying asset) saham masih menarik meski sempat terjadi gejolak di pasar ekuitas. Hal ini disampaikan oleh Chief Economist and Investment MAMI Katarina Setiawan, saat berdiskusi dengan wartawan di Jakarta, Maret 2018. Menurut dia, The Fed menaikkan suku bunga dan potensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China hanya bersifat sementara.
Katarina menegaskan bahwa pasar saham Indonesia masih sangat menarik terlepas dari sentimen negatif global. Dia menyebutkan alasannya, yakni laba korporasi pada 2018 yang diperkirakan tumbuh double digit, ditopang oleh fundamental perekonomian Indonesia yang mulai membaik. “Sesudah gejolak, harusnya cepat atau lambat investor asing akan kembali dan melihat Indonesia menarik, jadi potensinya baik. Dan seiring dengan itu, reksadana saham sangat menarik saat ini,” katanya.
Menurut dia, saham dari emiten yang memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi, arus kas yang baik, sistem manajemen yang baik dan valuasi yang tidak terlalu mahal, layak untuk dijadikan underlying aset reksadana saham.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur MAMI Legowo Kusumonegoro menganjurkan agar investor yang ingin berinvestasi reksadana untuk melihat kembali profil risiko, apakah mereka termasuk konservatif, moderat atau agresif. Untuk mereka yang tergolong konservatif, MAMI merekomendasikan agar 70 persen dana investasi berada di instrumen berbasis obligasi. Sedangkan 20 persen dan 10 persen lainnya berada di pasar uang dan saham.
Sementara itu jika investor memiliki profil risiko moderat, maka komposisi obligasi dan saham adalah 50 persen banding 40 persen. Sisanya yang 10 persen, pasar uang. Namun, jika investor tergolong agresif, maka komposisi obligasi dan saham adalah 40 persen dan 50 persen. Sisanya yang 10 persen, di pasar uang. “Yang terpenting, investor harus mengetahui dan mengenal produk ini. Jangan sampai akhirnya mereka nyoba, kapok, dan akhirnya tidak mau berinvestasi lagi,” kata Legowo.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa ada perbedaan karakteristik antara nasabah Generasi X dan Y. “Untuk yang berumur 40 tahunan, biasanya mereka membeli reksadana dari bank. Mereka lebih teredukasi, mapan, dan sophisticated,” katanya. Ada Generasi X yang sudah masuk ke dalam tahap High Network Individual, bahkan Ultra High Network Individual alias nasabah-nasabah dengan uang sangat banyak atau sangat kaya. “Generasi ini lebih oportunistis. Ketika pasar sedang volatile, mereka bisa memindahkan portofolionya. Volatilitas dimanfaatkan untuk spekulasi,” katanya.
Sedangkan generasi milenial terbilang masih awam dalam urusan berinvestasi di reksadana. Umumnya, mereka akan berinvestasi pada produk dengan risiko rendah, dalam jumlah nominal yang tidak besar, dan untuk jangka panjang. “Mayoritas investor kami adalah perempuan. Namun, jika milenial, kebanyakan mereka adalah laki-laki,” kata Legowo.

Tahun Politik
Dalam kesempatan terpisah manajer investasi PT Bahana TCW Investment Management menilai bahwa di tahun politik saat ini, invetasi reksadana masih menjadi pilihan utama bagi para investor pasar modal. Oleh karena itu, perseroan optimistis perkembangan industri reksadana pada tahun 2018 ini akan lebih semarak dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan pemahaman dan minat masyarakat yang meningkat.
Presiden Direktur Bahana TCW Edward Lubis mengatakan bahwa pemahaman investor ritel terhadap produk reksadana jauh lebih baik dan tingkat optimisme investor untuk berinvestasi juga lebih tinggi. Di sisi lain, tingkat bunga deposito perbankan yang semakin turun membuat perpindahan dana simpanan di perbankan ke produk investasi lain, salah satunya reksadana yang memberikan imbal hasil lebih menarik. “Kami akan berusaha lebih agresif untuk meningkatkan jumlah investor ritel di dalam produk-produk reksa dana Bahana yang eksisting,” katanya di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sementara itu Direktur Investor Relation & Chief Economist Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat memprediksi, pada tahun 2018 ini reksadana saham akan memiliki pergerakan yang positif. Menurutnya, pergerakan laju reksadana saham akan dipengaruhi oleh berbagai sentimen, mulai dari kebijakan ekonomi pemerintah hingga pergerakan pasar global. “Reksadana di 2018 ini yang potensial itu reksa dana saham. Return-nya pada tahun ini menurut saya paling tidak 16 persen, karena mungkin indeks (IHSG) bisa mencapai 7.200,” katanya.
Menurut dia, sentimen dari dalam negeri yang akan mempengaruhi laju reksa dana saham salah satunya harga komoditas yang meningkat, dan juga kebijakan pemerintah mempertahankan subsidi. Dengan adanya beberapa sentimen tersebut, maka reksadana pasar saham akan memiliki laju yang positif seiring dengan valuasi saham yang akan meningkat. S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Kegiatan Wanita Eksekutif Asuransi di Luar Bisnis
Next Post Percepat Layanan Kepada Ceding Company

Member Login

or