Media Asuransi, JAKARTA – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mencatat pasar obligasi Indonesia berkinerja positif di tahun 2022. Porsi kepemilikan asing negeri terhadap obligasi juga tercatat menurun di tahun lalu.
Pandangan tim investasi MAMI ini disampaikan dalam acara Indonesia Market Outlook 2023: Seeds of Opportunity, secara daring beberapa waktu lalu. Hadir sebagai nara sumber dalam acara tersebut adalah
Director & Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI, Ezra Nazula, mengatakan bahwa pasar obligasi Indonesia mencatatkan kinerja positif 3,5 persen di tahun 2022. Kinerja pasar obligasi Indonesia lebih baik dibandingkan pasar lainnya di kawasan Asia, seperti Hong Kong (-8,6 persen), Filipina (-6,0 persen, Singapura (-5,1 persen), dan Thailand (-4,0 persen).
Selama tahun 2022, kurva imbal hasil pasar obligasi menunjukkan pola bearish flattening, yakni obligasi dengan tenor paling pendek (2 tahun) mengalami kenaikan imbal hasil paling signifikan (181 basis points/bps), sedangkan obligasi dengan tenor paling panjang (30 tahun) mengalami kenaikan imbal hasil paling kecil (46 bps). Jika dilihat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2012 – 2022), pasar obligasi Indonesia mencatatkan kinerja kumulatif sebesar 8,03 persen per tahun.
“Kepemilikan asing di pasar obligasi terlihat telah menyusut, dari semula 19,05 persen atau sebesar Rp 891,3 triliun pada akhir 2021 menjadi 14,36 persen atau sebesar Rp 762,2 triliun di akhir 2022,” kata Ezra dalam keterangan yang dikutip Senin, 23 Januari 2023.
|Baca juga: Walau Dalam Tekanan, Pasar Obligasi Indonesia Masih Resilien
Dia jelaskan, rendahnya kepemilikan asing di pasar obligasi diharapkan dapat mengurangi volatilitas akibat aksi jual investor asing. Selain itu, ekspektasi berkurangnya agresivitas kenaikan Fed Funds Rate, seiring dengan inflasi Amerika Serikat yang terus mengalami moderasi, akan mengangkat sentimen global dan membawa kembali arus masuk dana asing.
“Di dalam negeri, diversifikasi investor domestik menjadi penopang utama, khususnya di perbankan, asuransi dan dana pensiun, serta investor ritel,” ujar Ezra.
Lebih lanjut dia paparkan tiga katalis pasar obligasi di tahun 2023. Pertama, perbaikan fundamental makro. Indikator makro ekonomi yang membaik, seperti defisit fiskal di bawah target pemerintah, dapat mendukung kenaikan rating Indonesia.
Kedua, kuatnya permintaan domestik. Permintaan dari investor perbankan, asuransi, dana pensiun, dan investor ritel diperkirakan masih kuat untuk menopang pasar. Ketiga, skenario pembukaan kembali China. Skenario dibukanya perekonomian China diperkirakan akan membantu meningkatkan sentimen positif ke pasar global.
Sementara itu, risiko yang perlu diwaspadai yaitu ketidakpastian yang masih terus ada dari pasar global, seperti perang Rusia dan Ukraina, kebijakan bank sentral Amerika dan dunia yang berpotensi kembali menjadi hawkish jika data ekonomi masih kuat di atas konsensus, dan tekanan politik yang berpotensi timbul jelang Pemilu 2024.
Berdasar katalis pasar maupun risiko yang ada, MAMI memperkirakan yield obligasi pemerintah akan kembali membaik. “Kami memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun bisa kembali ke kisaran 6,50 persen hingga 6,75 persen,” ujar Ezra Nazula.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News