Media Asuransi, JAKARTA – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai, di tahun 2025, kinerja pasar obligasi sangat ditopang oleh penurunan suku bunga yang agresif sejak tahun 2024. Untuk tahun 2026, katalis yang berasal dari penurunan suku bunga masih berlanjut namun sudah lebih terbatas.
Head of Investment Specialist MAMI, Freddy Tedja, menyampaikan bahwa secara historis pasar obligasi Indonesia dapat mempertahankan kinerja positif pada tahun fase akhir penurunan suku bunga. “Namun pada saat yang sama kita juga harus mengendalikan ekspektasi yang berlebihan,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis, 18 Desember 2025.
|Baca juga: Emisi Obligasi Korporasi Menyentuh Angka Rp166,24 Triliun
Volatilitas diperkirakan terjaga, ditopang oleh porsi kepemilikan asing yang rendah di pasar SBN, sementara permintaan dari investor domestik diperkirakan tetap kuat terutama seiring dengan suku bunga deposito perbankan yang turun. Di lain pihak, faktor risiko yang perlu diperhatikan adalah perkembangan arah kebijakan The Fed, serta perkembangan defisit fiskal di 2026.
Menurut Freddy, untuk pasar saham, secara fundamental dan dari pendekatan risk and reward, MAMI menilai daya tarik pasar saham 2026 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2025. Beberapa faktor pendukung pemulihan minat terhadap pasar saham Indonesia adalah, pertama, siklus pemulihan ekonomi. Ekspektasi pemulihan ekonomi dapat mengangkat potensi pertumbuhan laba emiten. “Ekspektasi MAMI pertumbuhan laba IHSG 2025 di kisaran delapan persen year on year (yoy),” jelasnya.
|Baca juga: OJK Kenakan Denda Rp1,005 Miliar kepada 8 Pihak di Pasar Modal
Kedua, valuasi atraktif. Saham blue chip menawarkan valuasi menarik, karena saat ini sudah setara dengan level yang terjadi di masa pandemi Covid-19. Ketiga, potensi diversifikasi global. Sebagai perekonomian yang berorientasi domestik, menurut Freddy, Indonesia berpotensi kembali masuk dalam radar investor asing, terutama di tengah tren diversifikasi setelah penguatan pasar global yang terkonsentrasi di sektor teknologi.
Dia jelaskan, beberapa sektor potensial yang kami kira akan semakin menarik adalah sektor financials yang ditopang oleh perbaikan pertumbuhan kredit dan turunnya cost of fund, lalu sektor consumer staples yang berpotensi diuntungkan pemulihan daya beli, serta materials terkait maraknya permintaan critical mineral seperti misalnya nikel, tembaga, dan kobal.
Freddy juga memaparkan bahwa tahun 2026 diperkirakan menjadi awal siklus pemulihan ekonomi, dan iklim suku bunga sudah mulai stabil berada di kisaran level terendahnya. Kondisi ini berbeda dengan tahun 2024-2005, di saat perekonomian sedang gradual melemah, dan suku bunga agresif diturunkan.
“Atas dasar ini, investor sebaiknya melakukan evaluasi ulang portofolio investasi dan alokasi asetnya. Mulai mempertimbangkan alokasi yang lebih terdiversifikasi pada income asset dengan imbal hasil kompetitif, serta eksposur pada growth asset yang dapat menangkap potensi pemulihan ekonomi,” jelasnya.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
