1
1

Penjualan Semen sepanjang 2023 Diperkirakan Capai 62,3 Juta Ton

Salah satu produk semen produksi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. | Foto: sig.co.id

Media Asuransi, JAKARTA – Mirae Sekuritas memperkirakan industri semen nasional akan mencapai volume penjualan sebesar 34,9 juta ton pada semester II/2023 sehingga proyeksi volume semen sepanjang tahun 2023 menjadi 62,3 juta ton (-0,4% YoY).

Melalui Daily Write Up bertajuk Cement (Overweight/Transfer Coverage) – Volume and profitability to drive 2H23 performance, analis Mirae Sekuritas Andreas Saragih menjelaskan industri semen Indonesia merupakan pasar oligopoli, terdiri dari 15 pemain dimana dua pemain terbesar saat ini menguasai lebih dari 75% pangsa pasar.

“Industri telah berada dalam kondisi kelebihan pasokan sejak FY15 karena masuknya pemain baru secara masif. Akibatnya, tingkat utilisasi turun menjadi sekitar 55% dari puncaknya di atas 82% di FY14.”

|Baca juga: Sektor Semen Dipertahankan Overweight, Ini Alasannya

Dia optimistis bahwa produsen semen akan mencapai kinerja keuangan yang lebih kuat di masa mendatang, didorong oleh faktor musiman, ASP yang relatif stabil didukung oleh persaingan yang terkendali, dan profitabilitas yang lebih baik sebagai hasil dari dampak penuh penyesuaian ASP dan harga energi yang lebih rendah. “Oleh karena itu, kami mempertahankan peringkat OVERWEIGHT untuk sektor ini.”

Pada semester II/2023, Andreas memperkirakan industri akan mencapai volume penjualan sebesar 34,9 juta ton, sehingga proyeksi volume semen sepanjang tahun 2023 menjadi 62,3 juta ton (-0,4% YoY).

Menurut dia, pertumbuhan ini akan didorong oleh penyelesaian proyek infrastruktur, percepatan belanja anggaran, dan berkurangnya hari libur di paruh kedua tahun ini. “Perlu disebutkan bahwa kontribusi volume semen pada paruh kedua tahun ini berkisar antara 54% hingga 58% selama lima tahun terakhir.”

Andreas menjelaskan koreksi harga yang signifikan pada harga batu bara Newcastle (-66% YTD) merupakan sentimen positif, mengingat biaya energi mencapai sekitar 45% dari biaya produksi. Sementara itu, biaya operasional yang meliputi transportasi, pengemasan, dan gaji, menyumbang 20%-25% dari total biaya.

Dia memilih INTP sebagai pilihan utama karena dia memproyeksikan INTP mencatat peningkatan yang lebih tinggi daripada SMGR karena INTP akan menikmati keuntungan lebih besar dari penurunan biaya energi dan dampak positif bersih pada aset sewaan. “Risiko meliputi: 1) volume penjualan yang lebih rendah dari perkiraan, 2) perang harga yang lebih intens, dan 3) pemulihan harga energi.”

Editor: Achmad Aris

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Peringkat Munich Re Ditegaskan AA Outlook Stabil oleh Fitch
Next Post Hanover Melaporkan Beban Kerugian Akibat Bencana Alam dan Cuaca Buruk di Amerika Serikat

Member Login

or