Media Asuransi, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Senin atau di awal pekan berakhir di area hijau. Indeks acuan saham Indonesia mampu merekah sejalan dengan The Fed yang masih punya rencana untuk menurunkan suku bunga acuan di 2024.
IHSG Senin, 25 Maret 2024, perdagangan sore berakhir di posisi 7.377, naik 27 poin atau setara 0,38 persen ketimbang pagi tadi di 7.350. Level tertinggi di 7.377 dan terendah di 7.316. Volume perdagangan hari ini tercatat 15,21 miliar lembar saham senilai Rp11,03 triliun. Sebanyak 247 saham menguat, 334 saham melemah, dan 193 saham stagnan.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$) pada penutupan perdagangan Senin terpantau melemah ketimbang pembukaan pagi tadi di Rp15.786 per US$. Mata uang Garuda terancam terpental ke level Rp15.800 per US$ jika katalis positif masih minim berdatangan.
|Baca juga: Sri Mulyani Lapor Realisasi Penerimaan Pajak Capai Rp342,88 Triliun per 15 Maret 2025
Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah pada perdagangan sore berakhir melemah ke Rp15.799 per US$, tertekan 16 poin atau setara 0,10 persen dengan year to date return 2,60 persen. Sedangkan menurut Yahoo Finance, nilai tukar rupiah berada di Rp15.736 per US$.
Sementara itu, IHSG ditutup menguat 0,30 persen atau naik 22 poin dalam sepekan ke level 7.350 pada akhir perdagangan Jumat, 22 Maret 2024. Penguatan IHSG tertopang sektor IDX Health dan IDX Basic yang menjadi top gainers.
“Namun masih tersandera sektor IDX Techno dan IDX Infras menjadi top loser-nya,” kata Community Lead Indo Premier Sekuritas (IPOT) Angga Septianus.
Pada minggu lalu ada sejumlah sentimen yang memengaruhi laju IHSG yakni suku bunga AS yang bertahan di level 5,25-5,50 persen dan suku bunga Indonesia bertahan di level 6,00 persen. Sentimen selanjutnya yakni Bank of Japan (BoJ) yang menaikkan suku bunga karena inflasi.
“Sayangnya market tidak ada respons, Yen turun. Harusnya kalau suku bunga naik maka demand currency naik dan ada capital inflow serta bond market kuat. Nyatanya di Jepang risk free rate belum di atas inflasi,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News