Analis PT Sinarmas Future, Ariston Tjendra, mengatakan bahwa nilai tukar rupiah masih berpotensi tertekan terhadap dolar AS setelah pekan lalu berhasil menembus ke atas Rp15.400.
Sentimen The Fed dan kekhawatiran pasar terhadap potensi resesi global masih memberikan tekanan ke rupiah,” katanya kepada Media Asuransi, Senin, 17 Oktober 2022.
|Baca juga: Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah
Menurutnya, ekspektasi pasar terhadap kebijakan kenaikan suku bunga The Fed yang agresif di tahun ini masih tinggi. Tingkat inflasi konsumen AS bulan September yang dirilis pekan lalu masih menunjukkan level inflasi yang tinggi di atas 8%. FedWatch Tool CME menunjukan 98% pelaku pasar yakin The Fed akan menaikkan 75 bp pada pertemuan selanjutnya.
Ariston menerangkan saat ini tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS terutama tenor 10 tahun sudah kembali naik ke kisaran 4%. Kenaikan yield obligasi ini juga mengindikasikan ekspektasi pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan The Fed selanjutnya.
Belakangan, sambung Ariston, IMF merilis laporan soal perlambatan ekonomi dunia dan potensi gagal bayar beberapa negara. Laporan ini menambah kekhawatiran pasar soal resesi global yang bisa mendorong pelaku pasar keluar dari aset berisiko, masuk ke aset aman.
“Hari ini, Data Neraca perdagangan Indonesia mungkin bisa sedikit menahan pelemahan rupiah bila data kembali menunjukkan surplus di atas ekspektasi. Potensi pelemahan ke kisaran Rp15.500, dengan potensi support di kisaran Rp15.380.”
Sementara itu pada perdagangan akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot ditransaksikan melemah 0,43% ke level Rp15.427 per dolar AS, sedangkan di JISDOR BI nilai tukar rupiah ditransaksikan melemah 0,21% ke level Rp15.390 per dolar AS.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News