Media Asuransi, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini diperkirakan masih rentan karena isu The Fed ditambah isu inflasi dan resesi.
Pengamat pasar keuangan dan komoditas, Ariston Tjendra, menjelaskan bahwa nilai tukar rupiah berhasil ditutup menguat kemarin tapi penguatan masih rentan karena isu The Fed ditambah isu inflasi dan resesi.
Meski ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS bulan Juli kini lebih condong di level 75 bp, lebih rendah dibandingkan akhir pekan lalu di 100 bp, tapi angka tersebut tetap saja tinggi. “Apalagi bila BI di pekan ini masih mempertahankan tingkat suku bunga acuannya, aset dolar AS makin menarik di mata investor dibandingkan rupiah. Rupiah bisa tambah tertekan,” katanya kepada Media Asuransi, Selasa, 19 Juli 2022.
|Baca juga: Sentimen Membaik, Rupiah Diperkirakan Terapresiasi
Sementara isu inflasi dan resesi global yang masih bertahan karena harga energi dan pangan yang masih tinggi, tambah Ariston, juga masih menjadi penekan rupiah. Kemarin harga minyak mentah kembali mengalami kenaikan sekitar 5%. Selama perang masih berlangsung yang melibatkan sanksi AS dan Eropa kepada Rusia, inflasi masih akan menjadi momok.
Di sisi lain, sentimen positif terhadap aset berisiko yang mulai tumbuh sejak akhir pekan mungkin dapat menahan pelemahan rupiah. Menurut Ariston, pagi ini terlihat sebagian indeks saham Asia menguat. “Rupiah mungkin bisa berbalik melemah hari ini dengan potensi ke kisaran Rp15.020 dan support di kisaran Rp14.950.”
Sementara itu pada perdagangan kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot menguat 0,10% ke level Rp14.981 per dolar AS, sedangkan di JISDOR BI nilai tukar rupiah ditransaksikan menguat 0,09% ke level Rp14.986 per dolar AS.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News