Media Asuransi, JAKARTA – Harga Bitcoin kembali menguat pada Kamis, 6 November 2025, naik 1,3 persen dalam 24 jam terakhir ke level US$103.109 atau sekitar Rp1,72 miliar. Namun, secara keseluruhan masih mencatatkan penurunan mingguan sebesar 6,56 persen.
Kenaikan ini didorong oleh kombinasi faktor seperti optimisme regulasi, langkah akumulasi dari institusi besar, dan stabilisasi teknikal di area support psikologis US$100.000. Dukungan datang dari arah kebijakan pemerintahan Presiden AS, Donald Trump, pada 5 November 2025 yang menyatakan pandangan positif terhadap aset kripto, menyebutnya sebagai ‘inovasi yang mendukung dolar AS’.
Pernyataan tersebut menandai perubahan sikap signifikan dibandingkan periode sebelumnya. Bersamaan dengan itu, Gedung Putih juga dikabarkan mendorong legislasi kripto bipartisan yang memberikan sinyal kejelasan regulasi di pasar Amerika Serikat.
|Baca juga: Indokripto (COIN) Bukukan Laba Bersih Rp41,1 Miliar hingga Kuartal III/2025
Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, melihat perkembangan terbaru ini mengurangi kekhawatiran investor terhadap risiko politik dan meningkatkan minat dari modal institusi. “Secara historis, perubahan sikap pro-kripto dari sisi kebijakan sering diikuti oleh penguatan harga Bitcoin, sebagaimana terjadi pascapemilu AS 2024,” jelasnya dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat, 7 November 2025.
Dia tambahkan, di sisi institusional, Canaan Inc., perusahaan tambang kripto yang terdaftar di Nasdaq, memperoleh investasi sebesar US$72 juta dari beberapa firma besar seperti Galaxy Digital untuk memperkuat infrastruktur penambangan Bitcoin.
Namun, data on-chain juga menunjukkan adanya aliran masuk sebesar US$6,8 miliar BTC ke exchange Binance dalam 30 hari terakhir. Hal ini menunjukkan reposisi strategis dari investor besar (whales), yang berpotensi menimbulkan tekanan jual jangka pendek.
|Baca juga: OJK Beri Izin Usaha Pedagang Aset Keuangan Digital kepada PT Pedagang Aset Kripto
Meskipun begitu, pasar tampak menyerap tekanan tersebut melalui aliran masuk ke ETF spot Bitcoin, yang kini memiliki total aset kelolaan mencapai US$139,87 miliar, serta meningkatnya minat beli di level rendah.
Fyqieh menilai, kenaikan Bitcoin kali ini mencerminkan keseimbangan antara faktor makro dan teknikal. “Rebound Bitcoin di atas US$103.000 lebih mencerminkan proses stabilisasi pasar. Sentimen positif dari arah kebijakan dan aktivitas institusi memberikan dorongan jangka pendek, namun tekanan dari arus jual whale masih perlu diwaspadai,” ujarnya.
Menurut dia, selama level US$100.000 tetap bertahan sebagai support, tren pemulihan dapat berlanjut secara bertahap. Trutama jika regulasi di AS semakin jelas dan likuiditas global meningkat.
|Baca juga: Volatilitas Kripto Meningkat Akibat Perang Dagang AS-China
Secara teknikal, Bitcoin berhasil bertahan di atas level US$100.000, setelah sempat menyentuh titik terendah di US$99.900. Indeks RSI naik ke 37,85, menandakan harga mulai keluar dari area oversold.
Sementara itu, divergensi pada indikator MACD menunjukkan pelemahan momentum penurunan. Level Fibonacci retracement 23,6 persen di US$118.995 kini menjadi area resistance penting, dengan potensi target berikutnya di US$112.073 jika penembusan terjadi.
Menurut Fyqieh, para pelaku pasar kini memantau perkembangan sidang Mahkamah Agung AS terkait tarif perdagangan Trump, yang dapat mempengaruhi inflasi dan kebijakan suku bunga The Fed. Jika inflasi menurun dan prospek penurunan suku bunga meningkat, kondisi tersebut bisa menjadi katalis baru bagi penguatan pasar kripto.
Dia juga memperkirakan bahwa lonjakan likuiditas setelah berakhirnya potensi government shutdown di Amerika Serikat dapat menjadi pemicu kembalinya momentum bullish di pasar aset digital. Dia menambahkan, rilis data inflasi AS (CPI dan Core CPI) untuk Oktober pada 13 November mendatang akan menjadi faktor penting yang mempengaruhi arah pergerakan Bitcoin dan altcoin. Angka inflasi yang lebih rendah umumnya mendorong peningkatan selera risiko di pasar keuangan.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
