Media Asuransi, JAKARTA – Fitch Ratings Indonesia telah menetapkan program obligasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo, BBB/AAA(idn)/Stabil) senilai Rp20 triliun dan penerbitan tahap pertama Nasional Jangka Panjang hingga Rp1 triliun tahap pertama peringkat ‘AAA(idn)’.
Obligasi tersebut merupakan penerbitan tahap pertama dari program obligasi perseroan senilai Rp20 triliun dan seluruh dana bersihnya akan digunakan untuk refinancing utang yang ada.
“Penerbitan ini diperingkat sama dengan Peringkat Nasional Jangka Panjang Protelindo, karena surat utang tersebut mewakili kewajiban senior tanpa jaminan perusahaan,” tulis Fitch dalam keterangan resmi dikutip, Kamis, 20 Juni 2024.
|Baca juga: Protelindo dan Iforte Kantongi Fasilitas Pinjaman Rp2 Triliun dari Bank Mandiri
Fitch memaparkan peringkat Nasional ‘AAA’ menunjukkan peringkat tertinggi yang diberikan oleh lembaga tersebut dalam skala Peringkat Nasional untuk negara tersebut. Peringkat ini diberikan kepada emiten atau obligasi dengan ekspektasi risiko gagal bayar terendah dibandingkan dengan emiten atau obligasi lainnya di negara atau kesatuan moneter yang sama.
“Kami memperkirakan EBITDA bersih Protelindo akan menurun menjadi 4,8x pada tahun 2024 setelah akuisisi PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST), sebuah perusahaan dengan 3.200 menara dan fiber sepanjang 18.000 km.”
Fitch memperkirakan EBITDA net leverage akan turun hingga di bawah 4,5x pada tahun 2025 ketika Protelindo mengkonsolidasikan IBST selama setahun penuh. Protelindo berfungsi berdasarkan model build-to-suit dan belanja modalnya didukung oleh pesanan sewa yang telah dikonfirmasi dari penyewa yang pada akhirnya akan menghasilkan EBITDA tambahan, sehingga memungkinkan deleveraging secara bertahap.
Manfaat dari perluasan portofolio aset menara dan serat optik dapat diimbangi dengan eksposur yang lebih tinggi kepada PT Smartfren Telecom yang menyumbang 75% pendapatan IBST. PT Smartfren merupakan operator terlemah di antara operator besar di pasar telekomunikasi seluler Indonesia dan sedang dalam diskusi merger yang tidak mengikat dengan perusahaan telekomunikasi terbesar ketiga di negara ini, PT XL Axiata Tbk (BBB/AAA(idn)/Negatif).
|Baca juga: Fitch Afirmasi Peringkat Protelindo BBB Outlook Stabil
Fitch memperkirakan Protelindo akan tetap menjadi yang terbesar kedua di sektor menara konsolidasi Indonesia dengan akuisisi IBST. Tiga perusahaan teratas – PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel), Protelindo dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBI, BBB-/AA+(idn)/Stabil) – menguasai 80% menara. PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk yang menguasai sebagian besar sisa pangsa pasar, memiliki sekitar 10.000 menara. Perusahaan menara lainnya memiliki skala yang jauh lebih kecil dengan 1.000 hingga 3.000 lokasi, seperti PT Bali Towerindo Sentra Tbk (A-(idn)/Stabil) dan anak perusahaan EDOTCO di Indonesia.
Fitch memperkirakan pertumbuhan pendapatan dan EBITDA Protelindo masing-masing akan berada di sekitar 10% (2023: 6,4%) dan 8% pada tahun 2024, didorong oleh konsolidasi IBST dan pertumbuhan pendapatan dua digit dari bisnis non-menara. “Kami memperkirakan pendapatan dari segmen non-menara akan berkontribusi hampir 33% dibandingkan 28% pada tahun 2023, dengan basis like-for-like.”
Meningkatnya lalu lintas data dan peluncuran layanan fiber-to-the-home oleh perusahaan telekomunikasi kemungkinan akan mendorong permintaan infrastruktur fiber di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.
“Kami yakin hal ini akan menyebabkan marjin EBITDA Protelindo menurun secara bertahap menjadi sekitar 80% pada tahun 2024 (2023: 81.8%) yang disebabkan oleh kontribusi pendapatan non-menara yang lebih tinggi dan konsolidasi IBST yang menghasilkan marjin EBITDA yang lebih rendah.”
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News