Media Asuransi, JAKARTA – Volatilitas mata uang diperkirakan akan mengalami kenaikan dalam jangka pendek yang dipicu oleh spekulasi pengetatan yang lebih agresif oleh The Fed.
Melalui Daily Write Up bertajuk Macro Update – FY22 Balance of Payment: Healthy external balance, ekonom Mirae Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, menjelaskan bahwa Indonesia mencatat surplus transaksi berjalan (CA) yang cukup tinggi, sesuai ekspektasi, sebesar US$4,3 miliar di 4Q22 (vs. konsensus yang sebesar US$4,2 miliar).
Surplus tersebut setara dengan 1,3% dari PDB. Surplus CA 4Q22 yang kuat didukung oleh neraca barang yang tinggi, sebesar di US$17,0 miliar (vs US$17,8 miliar di 2Q22) dan peningkatan surplus pendapatan sekunder menjadi US$1,9 miliar (vs US$1,4 miliar di 3Q22).
|Baca juga: Volatilitas Pasar Berlanjut, Investor Disarankan Tetap Wait and See
Untuk neraca transaksi berjalan FY22, Indonesia mencatat surplus yang jauh lebih tinggi sebesar US$13,2 miliar (vs US$3,5 miliar pada FY21), setara dengan 1,0% terhadap PDB (vs. 0,3% terhadap PDB pada FY21).
Neraca pembayaran mencatatkan surplus US$4,7 miliar pada 4Q22 (vs defisit US$1,3 miliar di 3Q22), didorong oleh neraca transaksi berjalan yang solid dan defisit neraca keuangan yang lebih rendah. Namun demikian, neraca pembayaran Indonesia mencatat surplus yang jauh lebih rendah di FY22 sebesar US$4,0 miliar (vs surplus US$16,1 miliar di FY21) yang disebabkan oleh defisit neraca finansial.
Untuk FY22, neraca finansial mencatatkan defisit US$8,1 miliar (vs surplus US$12,5 miliar pada FY21), disebabkan oleh surplus investasi langsung yang lebih rendah dan investasi portofolio yang mengalami defisit cukup besar.
Meskipun keseimbangan eksternal Indonesia cukup baik, Rully memperkirakan volatilitas mata uang akan mengalami kenaikan dalam jangka pendek, disebabkan oleh spekulasi pengetatan yang lebih agresif oleh The Fed, mengingat inflasi AS yang lebih tinggi dari perkiraan dan disertai dengan kondisi ketenagakerjaan yang lebih baik dari perkiraan.
“Kami memperkirakan rupiah akan mengalami apresiasi terhadap USD pada akhir tahun ini, didukung oleh ekonomi Indonesia yang kuat dan berakhirnya siklus pengetatan moneter di negara maju,” katanya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News