Media Asuransi, GLOBAL – Indeks Dow Jones naik ke rekor tertingginya pada akhir perdagangan Senin waktu setempat (Selasa pagi WIB). Kondisi itu terjadi karena pasar bergulat dengan upaya pembunuhan Donald Trump pada akhir pekan lalu sambil mencerna pendapatan bank yang solid dan komentar ramah dari Federal Reserve.
Indeks blue-chip atau Dow Jones naik 0,5 persen menjadi berakhir di 40.211,72, mencatat rekor pertamanya sejak pertengahan Mei. Indeks Komposit Nasdaq yang kaya akan teknologi naik 0,3 persen menjadi 18.472,57. Indeks S&P 500 berbasis luas menguat 0,3 persen menjadi 5.631,22, setelah tampak siap untuk mencetak rekor pada hari sebelumnya.
Mengutip The Business Times, Selasa, 16 Juli 2024, rekor Dow Jones muncul ketika Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan keyakinannya bahwa inflasi sedang mengalami penurunan, dan menegaskan kembali sikap yang mendorong pasar pada minggu lalu.
Kepala Strategi Pasar B Riley Wealth Art Hogan mengatakan tren di pasar saham merupakan kelanjutan dari gerakan ‘rotasi’ minggu lalu yang melihat kenaikan ekuitas kecil di tengah kelemahan Nvidia dan perusahaan teknologi besar lainnya yang memimpin pasar pada 2024.
|Baca juga: Indeks Perilaku Anti Korupsi Indonesia 2024 Turun Dibanding 2023
Politik juga menjadi perhatian pasar pada Senin waktu setempat (Selasa WIB) di tengah pembicaraan bahwa upaya pembunuhan Donald Trump meningkatkan prospek Trump dalam pemilu. Indeks utama berada di wilayah positif sepanjang sesi.
Trump terluka di telinganya namun tidak terluka parah dalam serangan senjata saat acara kampanye pada Sabtu di Pennsylvania menjelang Konvensi Nasional Partai Republik di Wisconsin. Mantan Presiden itu mengumumkan bahwa Senator Ohio JD Vance akan menjadi calon wakil presidennya.
“Hubungannya dengan pasar adalah bahwa mantan Presiden Trump dipandang oleh banyak orang sebagai kandidat yang lebih ramah pasar karena dorongannya untuk melakukan deregulasi dan tarif pajak perusahaan yang lebih rendah. Namun, pihak lain khawatir bahwa dorongannya untuk menaikkan tarif juga dapat menyebabkan inflasi yang lebih tinggi,” pungkas O’Hare.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News