Media Asuransi, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, menegaskan perlunya pembahasan lebih lanjut mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dikonsultasikan di DPR. Jika tidak dikonsultasikan, dia khawatir jika KPU tetap memaksakan malah akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
Putusan MK dimaksud terkait syarat dan batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) minimal 40 tahun atau pernah menjabat sebagai kepala daerah, baik di level gubernur, bupati, maupun wali kota.
“Sudah banyak pakar yang menyatakan bahwa kalau tanpa melalui prosedur konsultasi dianggap cacat prosedur. Ini tentu akan menimbulkan malapetaka kalau seandainya KPU memaksakan keputusan MK langsung diadopsi menjadi PKPU tanpa melakukan konsultasi ke DPR,” kata Guspardi, dikutip dari laman DPR, Minggu, 22 Oktober 2023.
|Baca juga: Anggota DPR RI: Hakim MK Harus Bersikap Sebagai Negarawan
Guspardi menyatakan bahwa yang menjadi persoalan saat ini adalah DPR sedang mengalami masa reses. Sehingga prosedur konsultasi yang seharusnya dilakukan menjadi terhambat. Dia juga menambahkan bahwa sebenarnya RDPU boleh saja dilakukan jika mendapat persetujuan dari Pimpinan DPR RI.
“Pelaksanaan reses sudah dimulai sejak tanggal 4 Oktober sampai dengan 30 Oktober. Aturan mengatakan bahwa selama masa reses DPR tidak boleh melakukan Rapat Dengar Pendapat, rapat kerja, ataupun RDPU dengan masyarakat umum. Boleh dilakukan RDPU, rapat kerja manakala mendapatkan izin dari pimpinan DPR. Itu mekanisme,” tutur Guspardi.
Untuk itu, MK sebagai lembaga yudikatif tidak bisa membuat keputusan mengenai perubahan Undang-Undang Pemilu termasuk juga PKPU. Sebab, jelasnya, membuat undang-undang merupakan ranah dari DPR bersama pemerintah sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
“Perppu-nya juga harus mendapat pengesahan dari DPR, tidak perlu dibahas kalau Perppu yang dilakukan oleh pemerintah. Apakah DPR setuju atau tidak dan tidak perlu ada pembahasan terhadap hal-hal yang berkaitan terhadap pasal demi pasal, ayat demi pasal. Hanya mengatakan bahwa setuju atau tidak setuju,” tuturnya.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News