1
1

Sindir Pedas Politik RI, Puan: Demokrasi Kita Dikuasai Segelintir Elit!

Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI & DPD RI Tahun 2025. | Foto: Media Asuransi/Muh Fajrul Falah

Media Asuransi, JAKARTA — Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti kualitas demokrasi di Indonesia yang masih kerap dipengaruhi oleh praktik campur tangan dan buah tangan dalam pelaksanaan pemilu. Demokrasi ideal seharusnya memberi kesempatan setara bagi semua warga negara.

“Saat ini, demokrasi dalam pemilu kita, selain ditentukan garis tangan, juga sering dipengaruhi campur tangan dan buah tangan. Kita semua memiliki garis tangan, nasib, dan kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,” ujar Puan, dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI & DPD RI Tahun 2025, di Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2025.

|Baca juga: MPR Soroti Arah Pembangunan Prabowo Mulai Kemandirian Pangan hingga Ketahanan Energi

|Baca juga: Ketua MPR: Bangsa Besar Takkan Biarkan Kekayaan Dinikmati oleh Segelintir Orang

Menurutnya tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama untuk ikut campur dan memberikan buah tangan dalam menentukan arah demokrasi. “Ini kritik sekaligus otokritik terhadap demokrasi dalam pemilu kita. Kita harus terus memperbaiki dan menyempurnakannya,” tegasnya.

Puan menekankan demokrasi yang dicita-citakan bukanlah demokrasi campur tangan dan buah tangan, melainkan demokrasi yang menghidupkan harapan rakyat.

“Demokrasi yang tidak berhenti di bilik suara, tetapi terus tumbuh di ruang-ruang dialog, di dapur rakyat, di balai desa, hingga di gedung parlemen, agar setiap keputusan lahir dari kesadaran bersama, bukan hanya kesepakatan segelintir elit,” katanya.

Ia mengingatkan pentingnya memberi ruang luas bagi rakyat untuk berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat, dan menyampaikan kritik. Menurut Puan kritik rakyat saat ini hadir dengan cara yang kreatif, memanfaatkan kemajuan teknologi dan media sosial sebagai corong suara publik.

“Ungkapan tersebut dapat berupa kalimat singkat seperti ‘kabur saja dulu’, sindiran tajam ‘Indonesia gelap’, lelucon politik ‘negara konoha’, hingga simbol-simbol baru seperti bendera One Piece, dan banyak lagi yang menyebar luas di ruang digital,” ungkapnya.

Puan memandang fenomena ini sebagai tanda bahwa aspirasi dan keresahan rakyat kini disampaikan dengan bahasa zaman mereka sendiri. “Bagi para pemegang kekuasaan, semua suara rakyat yang kita dengar bukan sekadar kata atau gambar. Di balik setiap kata, ada pesan. Di balik setiap pesan, ada keresahan. Dan di balik keresahan, itu ada harapan,” ucapnya.

|Baca juga: Prabowo Apresiasi Program Makan Bergizi Gratis Capai 20 Juta Penerima

|Baca juga: Ketua MPR: Presiden Prabowo Punya Tekad dan Semangat Jadikan RI Berdaulat di Pentas Dunia

Puan menekankan, dalam merespons kritik, dibutuhkan kebijaksanaan untuk bukan hanya mendengar, tetapi juga memahami, serta tidak sekadar menanggapi, melainkan merespons dengan hati yang jernih dan pikiran yang terbuka. Ia mengingatkan kritik seharusnya tidak memecah persatuan bangsa, melainkan menjadi cahaya yang menerangi jalan bersama.

Lebih lanjut, Puan menegaskan, kritik boleh keras secara substansi dan menentang kebijakan, namun tidak boleh digunakan untuk memicu kekerasan, kebencian, atau menghancurkan etika dan moral masyarakat.

“Gunakanlah ruang kritik itu sebagai sarana untuk menyadarkan penguasa, memperbaiki kebijakan, menuntut tanggung jawab, dan mendorong kemajuan bagi seluruh anak bangsa,” tutupnya.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Pamer Cadangan Beras Capai 4 Juta Ton, Prabowo: Tertinggi dalam Sejarah Kita!
Next Post Puan Singgung Fenomena Serakahnomic yang Sering Disebut Prabowo

Member Login

or