Media Asuransi, JAKARTA – Rilis data inflasi konsumen AS bulan Februari kemarin yang menunjukkan angka inflasi yang lebih rendah dari sebelumnya menambah ekspektasi pasar bahwa The Fed mungkin tidak akan agresif menaikan suku bunga acuannya lagi.
Analis Sinarmas Future, Ariston Tjendra, mengatakan bahwa Inflasi menjadi pertimbangan utama The Fed dalam menaikan suku bunga nya sejak tahun lalu. “Meskipun angkanya masih jauh dari target 2%, tapi di tengah krisis perbankan AS saat ini The Fed bisa mengerem laju kenaikan suku bunganya,” katanya.
|Baca juga: Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah
Ariston menilai, sebelumnya kebangkrutan dua bank besar AS sudah membalikkan ekspektasi suku bunga The Fed yang agresif. “Kebangkrutan dua bank besar ini disinyalir akibat kebijakan suku bunga tinggi The Fed,” tegasnya.
Di sisi lain, sebagian pelaku pasar ada yang mengambil sikap keluar dari aset berisiko sambil mengevaluasi perkembangan masalah kebangkrutan tersebut. Ini bisa menahan penguatan rupiah yang termasuk aset berisiko.
Dari dalam negeri, hasil surplus neraca perdagangan RI bulan Februari mungkin dapat juga membantu penguatan rupiah.
Rupiah masih berpeluang menguat ke arah support Rp15.330 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran Rp15.400 per dolar AS.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News