Media Asuransi, JAKARTA – Demi mendorong kredibilitas industri asuransi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan perusahaan asuransi bisa menerapkan International Financial Reporting Standards (IFRS) 17 terkait kontrak asuransi per 1 Januari 2025 mendatang.
Hal tersebut mendorong Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) untuk menyelenggarakan konferensi internasional dengan tema IFRS 17 guna memperkuat wawasan industri asuransi syariah terhadap IFRS 17.
“Oleh karena itu, setidaknya aauransi syariah akan memiliki pengetahuan awal dan bersiap-siap terhadap dampak yang mungkin terjadi dari implementasi tersebut di masa mendatang,” ujar Ketua AASI, Rudy Kamdani, dalam sambutannya, Jakarta, Selasa, 12 Desember 2023.
Lebih lanjut, Rudy menyebutkan lima pandangan industri asuransi syariah terhadap IFRS 17 ini. Pertama, IFRS 17 memperkenalkan pendekatan yang lebih rinci dan konsisten terhadap akuntansi kontrak asuransi, yang melibatkan penilaian risiko, estimasi arus kas masa depan, dan pemisahan kontrak ke dalam komponen-komponen keuangan.
“Tujuan dari penerapan IFRS 17 antara lain untuk meningkatkan transparansi, konsistensi, dan pemahaman atas informasi keuangan yang disajikan oleh perusahaan asuransi,” terang Rudy.
Kedua, IFRS 17 telah diimplementasikan sejak 1 Januari 2023 di 34 negara dari 44 negara yang diobservasi telah mengadopsi standar akuntansi IFRS. Namun, beberapa negara seperti Indonesia dan Filipina mengalami sedikit keterlambatan dalam menerapkan IFRS 17 pada 1 Januari 2025.
|Baca juga: Perusahaan Asuransi Global Gelontorkan US$20 Miliar untuk Terapkan IFRS 17
Ketiga, merujuk perkiraan International Accounting Standards Board (IASB) terhadap regulasi baru tesebut, penerapan IFRS 17 akan berdampak relatif rendah untuk kontrak asuransi jangka pendek namun berdampak signifikan untuk kontrak asuransi jangka panjang.
Di sisi lain, pada poin keempat, Rudy mengatakan bahwa implementasi IFRS 17 tidak dapat digunakan secara langsung oleh ekosistem asuransi syariah, karena praktik pencatatan asuransi syariah dengan asuransi konvensional sudah berbeda.
Terakhir, Rudy juga mengatakan bahwa eksistensi IFRS 17 ini menjadi tantangan bagi industri syariah, “Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi asuransi syariah di Indonesia. Apakah kita mampu membuat PSAK baru yang merupakan adopsi dari IFRS 17 untuk diterapkan langsung pada industri asuransi syariah?” ujarnya.
Rudy menenkankan bahwa AASI berperan untuk menjembatani pembelajaran dari negara lain (Malaysia dan Brunei) yang telah menerapkan IFRS untuk Takaful pada tahun 2023.
“Segala pro dan kontra mengenai penerapan IFRS 17 di asuransi syariah dari negara tetangga akan menjadi usulan AASI kepada IAI, DSN, OJK, DJP. Apapun hasilnya, apakah wajib atau tidak, diharapkan AASI memiliki gambaran dan pandangan mengenai dampak dan konsekuensinya,” jelas Rudy.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News