Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) menegaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu mengenali lebih dekat, membedakan dan mengawasi kegiatan teknologi finansial (tekfin), khususnya yang bergerak di usaha peer to peer lending, secara proporsional. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum AFTECH yang juga CEO Investree Adrian Gunadi dalam keterangan resminya, 7 Maret 2018. “Terdapat banyak fitur yang sebenarnya dapat ditelaah oleh OJK untuk menentukan kesungguhan operasi dan kinerja sebuah usaha P2P lending. Tata kelola usaha yang baik, yang mencakup; transparansi transaksi, pelaporan dengan melibatkan auditor independen, manajemen risiko yang tertata rapi untuk melindungi konsumen dan juga pelaku usaha – utamanya untuk menekan angka non-performing loan, adalah hal-hal yang dapat dipertimbangkan oleh OJK dalam menilai penyedia p2p lending yang berkualitas,” katanya.
AFTECH percaya, fungsi kontrol yang baik dari pihak regulator akan otomatis menyeleksi pelaku usaha yang tidak sungguh-sungguh. “Kegiatan usaha yang diatur dan dilindungi oleh regulasi OJK justru menjaga pelaku tekfin dari kemungkinkan menyalahgunakan dana masyarakat, karena penyaluran dananya dipantau melalui mekanisme perbankan. Potensi kolaborasi tekfin dan institusi keuangan lainnya bahkan terus meningkat dalam waktu dekat,” imbuh Adrian.
AFTECH mendorong OJK untuk mengenali perbedaan antara penyedia layanan P2P lending yang beroperasi murni didasari semangat inklusi keuangan dan merengkuh mereka yang underbanked serta profesi non-formal, dengan penyedia layanan yang memberlakukan pay-day loan atau mengenakan bunga harian kepada nasabah. Ken
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News