Media Asuransi, GLOBAL – Pada perdagangan Senin dan Selasa kemarin, pelaku pasar saham global dikejutkan dengan fenomena DeepSeek R1, aplikasi artificial inteligence (AI) buatan China.
Pada akhir perdagangan saham Senin, 27 Januari 2025, Indeks Nasdaq Composite yaitu bursa yang berisi saham-saham teknologi turun 3%, dengan saham Nvidia jatuh hingga 17%. Penurunan diikuti saham Microsoft, penyokong utama Chat GPT, yang turun 4% saham. Perusahaan Elon Musk, Tesla terkoreksi 2,3% dan ditutup pada US$397,15. Ini merupakan penurunan kelima berturut-turut sejak pekan lalu, menurut data dari Dow Jones Market Data.
|Baca juga: Market Brief: Nasdaq Jatuh, Wall Street Ambruk di Tengah Aksi Jual Saham Teknologi
Anjloknya saham Nvidia sebesar 17% pada hari Senin (27/1) menyebabkan kapitalisasi pasar Nvidia lenyap US$593 miliar atau Rp9,718 triliun dalam sehari. Ini adalah rekor penurunan market cap satu hari untuk perusahaan mana pun sepanjang sejarah pasar modal.
Kejatuhan saham teknologi di Bursa AS, Selasa dini hari waktu Asia dilanjutkan pada Selasa pagi hingga sore hari. Di Bursa Jepang, saham pembuat peralatan pengujian chip Advantest, pemasok Nvidia, turun 10% pada hari Selasa setelah anjlok hampir 9% pada hari Senin. Harga saham pembuat peralatan pembuatan chip Tokyo Electron turun 5,3%. Sementara harga saham investor di sejumlah perusahaan unicorn startup, SoftBank Group turun 6%.
|Baca juga: Market Brief: Saham Teknologi Pimpin Kenaikan, Nvidia Cetak Rekor Tertinggi
Indeks semikonduktor Philadelphia anjlok 9,2%, untuk persentase penurunan terdalam sejak Maret 2020. Hanya saham-saham teknologi di Bursa Korea Selatan dan Taiwan yang selamat karena Bursa ditutup untuk Tahun Baru Imlek.
Investor mempertanyakan valuasi dan dominasi yang sangat tinggi dari para pemain utama AI. Menyeruak isu bubble saham-saham teknologi atau dengan kata lain saham-saham teknologi tersebut dihargai terlalu tinggi oleh pasar.
Peluncuran dan meningkatnya popularitas DeepSeek memacu investor untuk menjual saham teknologi secara global. Dampak terasa dari Tokyo ke Amsterdam hingga Silicon Valley.
Bahkan fenomena DeepSeek merisaukan Presiden AS Donald Trump yang menyerukan agar perusahaan teknologi AS belajar dari produsen Deep Seek mengenai efisiensi biaya produksi.
“Peluncuran DeepSeek AI dari perusahaan China harus menjadi peringatan bagi industri kita bahwa kita harus fokus untuk bersaing agar menang,” kata Trump dikutip dari AFP.
Siapa di Balik DeepSeek?
Sejak diluncurkan 27 Januari lalu DeepSeek-R1 telah diunduh 2,6 juta kali di Apple Store dan Play Store dan digunakan 5 juta orang.
|Baca juga: Market Brief: Lonjakan Saham Semikonduktor Jadi Pemicu S&P 500 Tembus Level Tertinggi
Mengutip dari Business Insider, dalam sebuah makalah yang dirilis pada akhir Desember lalu, para peneliti DeepSeek memperkirakan mereka membangun dan melatih model AI menggunakan 2.000 chip Nvidia H800 dengan biaya di bawah $6 juta, jauh lebih murah daripada banyak pesaing AI-nya.
Misalnya, pemilik X, Elon Musk, mengatakan bahwa chatbot AI buatannya, Grok 3, memerlukan sebanyak 100.000 prosesor Nvidia untuk performanya. CEO Meta, Mark Zuckerberg, mengatakan pada Januari lalu bahwa perusahaan akan membeli 350.000 GPU Nvidia H100 pada akhir tahun 2024.
DeepSeek didirikan oleh Liang Wenfeng, pemilik perusahaan lindung nilai High-Flyer yang berbasis di Hangzhou, China. DeepSeek didirikan pertama kali pada Juli 2023 dan didanai oleh Universitas Zhejiang melalui dana lindung nilai. Wenfeng sendiri merupakan alumni kampus ini.
Pada tahun 2021, Wenfeng mulai membeli ribuan GPU dari Nvidia saat menjalankan High-Flyer, Financial Times melaporkan. Pria yang digambarkan sebagai pria kutu buku dengan gaya rambut yang buruk ini berbicara tentang rencananya membangun kluster 10.000 chip untuk melatih modelnya sendiri.
Dengan hanya menggunakan 2.000 chip saja sudah mengguncang para pesaing karena menggunakan memori lebih sedikit dengan hasil pembelajaraanya lebih baik dari para pesaingnya. Bagaimana jika Deep Seek menggunakan 10.000 chip? Kita akan tunggu perkembangan Deep Seek.
Editor: Irdiya Setiawan
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News