Media Asuransi – Harga saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dalam beberapa hari terakhir memang melesat seiring dengan kabar perusahaan rokok asal Kediri Jawa Timur yang menjadi incaran akuisisi perusahaan Jepang. Namun, tak selang berapa lama saham perseroan mendadak anjlok seiring masih simpang siurnya pemberitaan tersebut.
Meski ditutup minus ke level auto reject bawah (ARB) 7% di Rp 43.950/saham pada Senin kemarin, 5 Juli 2021, tapi saham GGRM masih memberikan cuan 8% sepekan terakhir. Bahkan dalam sebulan terakhir akumulatif saham GGRM masih naik 31,29%.
Dalam 3 bulan dan 6 bulan terakhir saham perusahaan yang didirikan oleh keluarga Surya Wonowidjojo pada Juni 1958 ini naik 22% dan 4,27%. Berturut-turut sejak 14 Juni hingga 30 Juni alias 11 hari beruntun saham GGRM terus melaju (kecuali sekali terkoreksi pada 18 Juni lalu).
Baca juga: OJK Optimis Pertumbuhan Ekonomi 4,4%, Ini Indikator Utamanya
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, Senin kemarin nilai transaksi saham GGRM mencapai Rp138 miliar dengan volume 3,06 juta dengan kapitalisasi pasar Rp85 triliun. Sementara pada penutupan hari ini, saham GGRM melemah 5,75% dengan nilai transaksi mencapai Rp187,52 mililar dengan volume 4,54 juta dan kapitalisasi pasar Rp79,71 triliun.
Saham GGRM memang tersengat isu soal akuisisi ini. Berdasarkan riset terbaru yang dipublikasikan CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, pelaku pasar ramai membicarakan potensi GGRM menjadi subjek merger dan akuisisi (M&A) oleh Japan Tobacco.
Ada dua alasan, pertama, Japan Tobacco dianggap punya perspektif strategis mengincar potensi bisnis rokok di tanah air yang gemuk. Kedua, Japan Tobacco mengenal baik keluarga pengendali GGRM.
Perlu diingat GGRM dan Japan Tobacco punya hubungan baik. Pada 4 Agustus 2017, Japan Tobacco membeli 100% perusahaan Gudang Garam yakni PT Karyadibya Mahardhika (KDM) dan distributornya PT Surya Mustika Nusantara (SMN) senilai US$ 677 juta atau saat itu setara Rp9,02 triliun.
Baca juga: Hari Pertama Diperdagangkan, Saham RS Bunda Langsung Auto Reject Atas
Sekuritas ini pun menilai, Japan Tobacco punya kemampuan untuk membeli GGRM. Akusisi GGRM dapat menelan dana US$ 10-15 miliar atau setara dengan Rp215 triliun (kurs Rp 14.300/US$) atau Rp80.000-Rp113.000 per saham.
Hanya saja pemberitaan ini belum valid lantaran manajemen GGRM menolak berkomentar. Per kuartal I/2021, GGRM mencatat laba bersih turun signifikan 28,61% menjadi Rp1,75 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp2,45 triliun.
Kendati laba bersih turun, penjualan GGRM naik 9,11% dari Rp27,26 triliun menjadi Rp29,75 triliun. Pendapatan Gudang Garam terdiri dari penjualan ekspor dan lokal. Pada kuartal I/2021, penjualan ekspor menyumbang Rp437,80 miliar, sementara, penjualan lokal Rp29,31 triliun.
Sementara itu per segmen, sigaret kretek mesin (SKM), yang menjadi andalan perusahaan, menopang pendapatan Rp26,84 triliun. Adapun brand SKM GGRM, yakni Surya 16, Surya 12, dan Gudang Garam Signature.
Berikutnya sigaret kretek tangan (SKT) yang berkontribusi sebesar Rp2,18 triliun. Produk SKT GGRM yakni, Gudang Garam Merah dan Gudang Garam Djaja. Sisanya, ada pendapatan dari penjualan rokok klobot sebesar Rp5,27 miliar, dari kertas karton Rp386,54 miliar, serta pendapatan lainnya Rp8,28 miliar. Aha
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News