Media Asuransi, JAKARTA – Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah menyoroti lonjakan belanja bantuan sosial yang disalurkan oleh pemerintah. Menurutnya besarnya anggaran bansos yang mencapai lebih dari Rp400 triliun rentan dengan penyalahgunaan dan dapat menimbulkan tendensi politis terutama apabila penyalurannya diberikan di tengah tahun politik.
“Terus terang saja, melonjaknya anggaran bansos Rp496,8 triliun sungguh mengkhawatirkan dari sisi penyalahgunaan. Pada saat covid-19 saja, di 2020 anggaran perlindungan sosial hanya Rp234,33 triliun dan realisasinya Rp216,59 triliun,” katanya, dikutip dari laman resmi DPR, Rabu, 7 Februari 2024.
Selain membandingkan besaran bansos saat pandemi covid-19 dengan besaran bansos terkini, Said juga mempertanyakan ketidakterlibatan Kementerian Sosial dalam pembahasan dan penyaluran bansos. Padahal, Kemensos merupakan kementerian teknis yang erat kaitannya dengan bansos.
|Baca: Simak Jadwal Operasional BCA saat Libur Isra Mikraj dan Imlek 2024
“Kenapa anggaran bansos melonjak drastis, bahkan tidak melibatkan Kementerian Sosial sebagai kementerian teknisnya?” tanya Said.
Lebih jauh, ia mengungkapkan keprihatinannya lantaran banyak sektor pembangunan yang terkena pemotongan anggaran. Diindikasikan anggaran tersebut dialihkan untuk memperkuat anggaran bansos. Padahal, anggaran itu bisa digunakan untuk memperbaiki infrastruktur, meningkatkan perumahan rakyat, dan menguatkan kemandirian pangan, energi, dan lain-lain.
“Saya harap APBN 2024 kita jaga agar sesuai tujuannya. Biarkan Pemilu berjalan alamiah, sedemokratis mungkin, berjalan tanpa cawe-cawe kekuasaan. Dari pemilu demokratis, pemenang Pemilu akan memiliki legitimasi yang kuat memimpin Indonesia. Sebaliknya Indonesia bisa dikucilkan dari pergaulan internasional jika demokrasinya gagal,” tutur Said.
Dikerjakan oleh tangan-tangan teknokrasi
Said menegaskan program bansos hanya akan tepat sasaran dan memiliki manfaat optimal bagi pengentasan rumah tangga miskin apabila dikerjakan oleh tangan-tangan teknokrasi yang bekerja sesuai perencanaan, profesional, berintegritas dan tidak ada tunggangan politik. Ia menekankan agar tidak menjadikan rakyat miskin sebagai aset elektoral.
|Baca: Bank DBS Indonesia Bersama Indodana Fintech Perluas Jangkauan Pendanaan
“Jangan jadikan rakyat miskin kita sebagai dalih untuk mengeruk suara Pemilu, seolah-olah tampil bak Robin Hood membagi-bagi sembako dan uang tunai tanpa perencanaan yang matang. Padahal cara-cara seperti itu tidak akan mengentaskan rakyat miskin keluar dari kubangan kemiskinan, tetapi hanya menjadikan orang miskin sebagai kendaraan politik,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News