PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Bank BRI) berhasil membukukan laba bersih Rp20,5 triliun di kuartal ketiga 2017, tumbuh 8,2 persen secara year on year (yoy). Hingga kuartal ketiga 2017 lalu, Bank BRI mampu menyalurkan kredit sebesar Rp694,2 triliun yang sebagian besar merupakan kredit ke sector usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yakni mencapi 75,8 persen dari keseluruhan kredit, atau nilainya mencapai Rp526,5 triliun. Khusus untuk penyaluran kredit ke sektor UMKM ini, pertumbuhannya mencapai 14,2 persen secara yoy. Hal ini disampaikan Direktur Utama Bank BRI Suprajarto dalam paparan kinerja keuangan perseroan per kuartal ketiga 2017, di Jakarta, 26 Oktober 2017.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa apabila kredit ke UMKM itu dirinci, Kredit Mikro sebesar Rp229,3 triliun, Kredit Konsumer Rp108,2 triliun, Kredit Ritel dan Menengah Rp176,4 triliun, dan Kredit Program sebesar Rp12,6 triliun. Menurut Suprajarto, pencapaian tersebut sejalan dengan komitmen Bank BRI untuk tetap fokus kepada pemberdayaan UMKM di Indonesia. “Kondisi saat ini, UMKM sebagai salah satu penggerak utama perekonomian nasional saat ini memiliki akses pembiayaan perbankan yang masih terbatas. Ke depan, BRI akan terus berupaya agar portofolio pembiayaan UMKM mencapai 80 persen dari total kredit yang disalurkan sehingga secara tidak langsung Bank BRI mampu memberikan multiplier effect terhadap perekonomian nasional,” tambahnya.
Bank BRI juga akan terus berkomitmen menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), untuk tahun ini perseroan mendapatkan jatah menyalurkan KUR sebesar Rp71 triliun. Dari Januari hingga awal Oktober 2017, Bank BRI telah menyalurkan KUR sebesar Rp53,8 triliun kepada 2,9 juta debitur baru atau setara 75,8 persen dari target. “Posisi saat ini sudah 40 persen dari Rp53,8 triliun atau sekitar Rp21,5 triliun tersalurkan ke sektor produktif. Ini sesuai arahan dari presiden agar KUR difokuskan ke sektor produktif,” jelas Suprajarto.
Menurutnya, kemampuan Bank BRI menyalurkan kredit hingga tumbuh dua digit juga dibarengi dengan penyaluran kredit yang berkualitas. Ini terlihat dari indikator rasio kredit bermasalah yang relatif rendah. Hingga akhir kuartal ketiga 2017, NPL Gross BRI tercatat sebesar 2,33 persen atau di bawah rata-rata NPL industri bulan Agustus 2017 sebesar tiga persen. Suprajarto menambahkan, Bank BRI juga turut meningkatkan cadangan kerugian atau NPL Coverage menjadi 198,2 persen dari sebelumnya sebesar 156,9 persen di akhir kuartal ketiga 2016. “Nilai NPL Coverage tersebut saat ini kami anggap cukup ideal dan konservatif dengan mempertimbangkan kondisi makro saat ini,” tambahnya.
Selain penyaluran kredit, penghimpunan DPK Bank BRI juga mengalami pertumbuhan double digitsecara yoy. Tercatat hingga akhir September 2017 DPK BRI tumbuh 10,9 persen menjadi Rp770,6 triliun. CASA masih mendominasi DPK BRI dengan komposisi sebesar 55,4 persen. Perseroan saat ini fokus untuk menghimpun dana murah dibandingkan dengan deposito dengan tujuan agar biaya dana semakin rendah. Saat ini biaya dana BRI tercatat 3,47 persen atau turun dibandingkan dengan biaya dana periode yang sama tahun lalu sebesar 3,89 persen. Harapannya, dengan biaya dana yang rendah maka BRI semakin leluasa untuk memberikan suku bunga pinjaman yang kompetitif kepada masyarakat. “Strategi penguatan CASA BRI ini sejalan dengan arah kebijakan perseroan dan transaction banking menjadi salah satu alat untuk meraup CASA,” ujar Suprajarto.
Upaya BRI untuk mengembangkan bisnis transaction banking tercermin dari kenaikan Fee Based Income. Tercatat, BRI mampu meraup FBI sebesar Rp7,4 triliun atau tumbuh 14,79 persen dibanding tahun lalu. Bank BRI sendiri saat ini terus berupaya meningkatkan pendapatan yang berasal dari non bunga. Beberapa strateginya yakni melalui digital banking, serta mengarahkan nasabah agar semakin terbiasa untuk melakukan transaksi melalui internet banking, mobile banking dan jaringan e-channel BRI. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Related Posts
Asuransi