Media Asuransi – Bank Indonesia (BI) menilai pertumbuhan ekonomi domestik membaik pada kuartal II/2021 sesuai prakiraan. Pada kuartal I/2021, perbaikan ekonomi kembali terlihat dengan kontraksi yang lebih rendah dari kuartal IV/2020, yaitu dari 2,19 persen year on year (yoy) menjadi 0,74 persen yoy.
Penilaian ini merupakan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang disampaikan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam jumpa pers secara daring, Selasa, 25 Mei 2021. “Perbaikan terutama didorong oleh kinerja ekspor akibat kenaikan permintaan Tiongkok dan AS, realisasi belanja fiskal yakni belanja barang, belanja modal, dan bantuan sosial, serta investasi nonbangunan,” katanya.
Perry menambahkan, perbaikan konsumsi rumah tangga masih belum kuat dipengaruhi oleh masih terbatasnya mobilitas masyarakat sejalan dengan pengendalian Covid-19 di sejumlah wilayah. Secara spasial, perbaikan ekonomi terjadi di seluruh wilayah, dengan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) melanjutkan pertumbuhan positif.
|Baca juga: Bank Sentral Pertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate Tetap 3,50 persen
Pada kuartal II/2021, berbagai indikator dini menunjukkan ekonomi terus membaik, seperti tercermin pada ekspektasi konsumen, penjualan eceran, PMI Manufaktur, serta realisasi ekspor dan impor yang tetap meningkat. Dari sisi permintaan perbaikan ekonomi terutama didorong oleh peningkatan ekspor dan investasi nonbangunan. Dari sisi lapangan usaha (LU), peningkatan terjadi di sejumlah sektor seperti industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi. “Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2021 tetap sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia pada April 2021, yakni pada kisaran 4,1-5,1 persen,” kata Gubernur BI.
Ketahanan sektor eksternal Indonesia tetap terjaga, didukung oleh perbaikan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada kuartal I/2021, NPI mencatat surplus sebesar 4,1 miliar dolar AS yang dipengaruhi oleh defisit transaksi berjalan yang rendah serta surplus pada transaksi modal dan finansial. Transaksi berjalan mencatat defisit 1,0 miliar dolar AS (0,4 persen dari PDB), dipengaruhi oleh kenaikan impor seiring perbaikan ekonomi domestik di tengah kinerja ekspor yang semakin baik. Perbaikan ekspor terjadi pada hampir semua komoditas utama, di antaranya crude palm oil (CPO), batubara, serta besi dan baja.
Transaksi modal dan finansial mengalami surplus didorong net inflows investasi portofolio sebesar 4,9 miliar dolar AS. Perkembangan positif NPI berlanjut pada April 2021 dengan neraca perdagangan yang mencatat surplus sebesar 2,2 miliar dolar AS dan investasi portofolio yang kembali mengalami net inflows sebesar 0,9 miliar dolar AS dari periode April hingga 21 Mei 2021, sejalan ketidakpastian pasar keuangan global yang berkurang.
|Baca juga: Penerimaan Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak Mulai Positif
Posisi cadangan devisa pada April 2021 mencapai 138,8 miliar dolar AS, setara pembiayaan 10,0 bulan impor atau 9,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Secara keseluruhan sepanjang 2021 defisit transaksi berjalan diprakirakan akan tetap rendah sekitar 1,0-2,0 persen dari PDB.
“Ke depan, berbagai upaya memperkuat ketahanan eksternal terus dilanjutkan, termasuk peningkatan iklim investasi sejalan implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan menjaga daya tarik aset keuangan domestic,” tutur Gubernur BI Perry Warjiyo.
Sementara itu dari sisi global, Bank Indonesia menilai bahwa perbaikan perekonomian dunia berlanjut sebagaimana prakiraan sebelumnya, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang belum sepenuhnya mereda. Pertumbuhan ekonomi kuartal I/2021 di Amerika Serikat (AS) dan China tercatat lebih kuat dari prakiraan. Ekonomi AS tumbuh menguat didorong permintaan domestik yang meningkat, stimulus fiskal dan moneter yang berlanjut, serta kinerja sektor manufaktur dan jasa yang membaik. Pertumbuhan ekonomi China terus membaik, didukung kinerja konsumsi dan investasi.
|Baca juga: Grant Thornton: Lebaran 2021 dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Namun demikian, Bank Indonesia mencatat bahwa divergensi pemulihan ekonomi dunia terlihat meningkat sejalan pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang tidak sekuat negara maju. Ekonomi India diprakirakan tumbuh lebih lemah dari estimasi sebelumnya, sejalan kenaikan kasus Covid-19.
Berbagai indikator dini pada April 2021 mengindikasikan ekonomi global akan terus membaik, seperti tercermin pada Purchasing Managers’ Index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel di beberapa negara yang meningkat. Volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga meningkat sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ketidakpastian pasar keuangan global mulai menurun sejalan dengan komunikasi the Fed yang transparan dan konsisten tentang arah kebijakan yang tetap akomodatif, meskipun masih dibayangi oleh inflasi AS yang meningkat di atas ekspektasi pasar dan berlanjutnya volatilitas imbal hasil US Treasury Bond (UST). “Perkembangan tersebut berdampak pada aliran modal global yang kembali masuk ke sebagian negara berkembang dan mendorong penguatan mata uang di berbagai negara tersebut, termasuk Indonesia,” jelas Perry Warjiyo. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News