Media Asuransi, JAKARTA – PT Bursa Efek Indonesia menyatakan saat ini masih memproses kajian untuk mendukung Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang demutualisasi bursa efek.
|Baca juga: Kemenkeu: Demutualisasi Perdalam Pasar dan Perbaiki Tata Kelola BEI
“Terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang demutualisasi, bursa efek masih proses penyusunan kajian untuk mendukung RPP tersebut termasuk hal hal yang perlu diperhatikan pada saat demutualisasi berlaku efektif,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna kepada wartawan, Selasa, 25 November 2025.
Phaknya sedang melakukan diskusi dan komparasi beberapa model bentuk demutualisasi yang diterapkan di beberapa bursa global. Tujuannya agar pasca-demutualisasi maka kinerja BEI akan optimal bagi pasar modal Indonesia.
|Baca juga: BEI Bidik Laba Bersih Melonjak 18,02% Jadi Rp300,81 Miliar di 2026
Seperti diketahui pemerintah tengah menyusun RPP terkait demutualisasi bursa efek sebagai bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Demutualisasi akan membuka kepemilikan BEI bagi pihak selain perusahaan efek dengan memisahkan keanggotaan dan kepemilikan. Ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi potensi benturan kepentingan, memperkuat tata kelola, meningkatkan profesionalisme, dan mendorong daya saing global pasar modal Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan, Masyita Crystallin dalam keterangan persnya, Senin, 24 November 2025.
|Baca juga: Tutup Bulan Inklusi Keuangan, BEI Raih 19 Juta Investor
Saat ini saham BEI dikuasai perusahaan sekuritas yang memiliki hak menjadi perantara perdagangan efek saham, ETF, REITS dan efek lainnya yang diperdagangkan di BEI. Dengan adanya demutualisasi maka saham BEI akan bisa dimiliki perusahaan lain yang bergerak di luar bidang pasar modal.
Kebijakan demutualisasi bursa efek, jelasnya, bukan hal baru dalam pengembangan pasar modal global. Di antara bursa-bursa efek utama di dunia, saat ini BEI termasuk sedikit yang masih berstruktur mutual, sementara berbagai negara lain, termasuk Singapura, Malaysia, dan India, telah lebih dahulu bertransformasi.
Transformasi ini memungkinkan tata kelola bursa menjadi lebih profesional dan lincah dalam merespons dinamika sistem keuangan global. Struktur demutualisasi diharapkan mendorong inovasi produk dan layanan, mulai dari pengembangan instrumen derivatif, Exchange-Traded Fund (ETF), hingga instrumen pembiayaan infrastruktur dan transisi energi, sehingga pada akhirnya meningkatkan kedalaman dan likuiditas pasar.
“Melalui demutualisasi, kami ingin memastikan bahwa tata kelola BEI sejalan dengan praktik terbaik internasional, sekaligus tetap menjaga kepentingan publik dan integritas pasar,” jelas Masyita.
Editor: Irdiya Setiawan
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
