Media Asuransi – Dua unicorn asli tanah air yaitu Bukalapak dan GoTo, sebentar lagi akan melego sahamnya kepada publik melalui penawaran umum (initial public offering/IPO) saham. Apakah kedua saham perusahaan startup unicorn teknologi tersebut layak dibeli, mengingat kinerja fundamentalnya masih mencatatkan kerugian?
Bahkan, Bukalapak telah menyebar undangan paparan publik dan prospektus singkat terkait rencana aksi korporasinya tersebut. Dalam prospektus singkat tersebut, PT Bukalapak.com Tbk berencana menawarkan sebanyak-banyaknya 25,77 miliar lembar saham atau setara 25% dari modal ditempatkan dan disetor perseroan dengan nilai nominal Rp50.
Adapun harga penawaran IPO tersebut ditawarkan pada kisaran Rp750-850 per lembar saham sehingga potensi dana yang akan dihimpun oleh Bukalapak adalah Rp19,32 triliun-Rp21,90 triliun.
|Baca juga: IPO Bukalapak Agustus Targetkan Dana hingga Rp11 Triliun
Masa penawaran awal atau bookbuilding dijadwalkan 9-19 Juli 2021 dengan tanggal efektif 26 Juli 2021. Sementara itu, masa penawaran umum perdana saham pada 28-30 Juli 2021 dengan pencatatan saham di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Agustus 2021.
Bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi efek adalah PT Mandiri Sekuritas dan PT Buana Capital Sekuritas, sedangkan sebagai penjamin emisi efek adalah PT Mirae Asset Sekuritas dan PT UBS Sekuritas Indonesia.
Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Roger MM, mengatakan bahwa berdasarkan ground checking yang telah dilakukan pada nasabah Mirae Asset menunjukkan bahwa tidak banyak nasabah yang tertarik pada IPO Bukalapak dengan alasan kinerja fundamentalnya masih mencatatkan kerugian.
“Makanya investor masih akan melihat dulu harga IPO yang ditawarkan berapa untuk memutuskan apakah akan membeli atau tidak,” katanya dalam acara Mirae Media Day secara virtual, Kamis, 8 Juli 2021.
|Baca juga: Bangkitkan Penjualan UMKM Lewat Digital, BSI Hasanah Card Gandeng Bukalapak
Analis Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa IPO perusahaan unicorn seharusnya menunggu pembaruan regulasi dari regulator dan otoritas karena selama ini kalau untuk masuk ke papan pengembangan utama, calon emiten harus membukukan kinerja fundamental yang memadai.
“Di sisi lain, untuk net tangible asset juga harus ada. Jadi kalau untuk pelaksanaan IPO di tanah air, maka peraturan tersebut harus diubah agar IPO GoTo atau Bukalapak bisa masuk di papan utama,” jelasnya.
Namun demikian, Nafan melihat memang potensi IPO untuk perusahaan unicorn sangat besar. Misal dari ekosistem perusahaan unicorn, mereka bisa berkolaborasi dengan sektor lain seperti konsumer atau jasa itu sendiri. “Jadi dengan adanya penggabungan data base nasabah dan tren new economy, maka jika IPO terjadi semestinya nilai kapitalisasi bisa naik signifikan,” jelasnya.
|Baca juga: Analisa Pasar Modal: Sektor New Economy dan Rencana IPO Perusahaan Teknologi
Dia menyarankan agar investor juga mencermati dinamika pasca-IPO apakah investor bisa melihat komitmen perusahaan unicorn menerapkan GCG dalam hal meningkatkan kinerja fundamental yang berkesinambungan dan rajin bagi dividen. “Bagi investor institusi, biasanya mereka melihat emiten bakal rajin bayar dividen dan kinerja fundamentalnya memadai atau tidak? Agar saham-saham unicorn ini ke depan bisa masuk ke saham-saham yang likuid.”
Martha Christina, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, menambahkan bahwa rencana IPO Bukalapak dan GoTo, sebetulnya sangat menarik karena bisa menjadi tambahan pilihan investor. “Di market AS, saham-saham tekno Amazon, Google, Apple, bisa jadi market driver. Apakah di Indonesia juga?”
Menurutnya, saham perusahaan teknologi membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menjadi market driver. “Masih butuh waktu, Amazon dan Google butuh waktu puluhan tahun untuk jadi perusahaan terbesar di dunia. Tapi, perusahaan teknologi biasanya merupakan perusahaan yang pertumbuhannya sangat cepat atau growth sector.” Aca
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News