Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kini mendekati level Rp14.000-an per dolar AS, tidak akan bertahan sampai akhir tahun 2018. Chief Economist CIMB Niaga Adrian Panggabean memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tahun ini, rata-rata di level Rp13.550 per dolar AS. “Di kuartal pertama lalu rata-rata kurs Rp13.600 per dolar AS. Di kuartal kedua ini rata-ratanya di level Rp13.700 per dolar AS. Kemudian rata-ratanya akan turun di kuartal ketiga nanti ke level Rp13.500 per dolar AS,” katanya saat berdiskusi dengan wartawan di Jakarta, 14 Mei 2018.
Adrian juga mengungkapkan bahwa dia dan timnya sedikit merevisi nilai tukar rupiah, sebagai respons atas berlanjutnya fluktuasi yang tajam dalam harga aset global. Hal itu menurutnya memang cukup memberi tekanan terhadap kurs rupiah. Namun dia hanya merevisi dari semula rata-rata tahunan kurs rupiah sebesar Rp13.200 menjadi Rp13.550 per dolar AS. “Mungkin ada yang berpikir bahwa nilai tukar akan di atas Rp14.000 per dolar AS. Namun rasanya tidak akan sampai level itu. Jadi kalau saat ini ada di level Rp13.900-an, diperkirakan dalam satu atau dua kuartal ke depan akan ada penguatan rupiah,” tuturnya.
Adrian menegaskan bahwa apa yang terjadi saat ini, volatilitas di pasar financial, lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal. Dari sisi internal, menurut dia tidak perlu terlalu dikhawatirkan, selama konfigurasi makro ekonomi kita terjaga relatif sehat, kebijakan ekonomi tetap rasional, dan aktivitas ekonomi masih berjalan normal.
Walau demikian dia mengingatkan bahwa volatilitas di pasar finansial ini masih akan berlanjut di sepanjang tahun 2018 dan kemungkinan besar terus terjadi hingga 2019 mendatang. Menurut Adrian Panggabean, hal itu dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal, diantaranya pengetatan kebijakan moneter dan pelonggaran kebijakan fiskal Amerika Serikat (AS) yang diimbangi dengan masih longgarnya kebijakan moneter di Eropa dan Jepang. Di sisi lain, faktor geopolitik dan geoekonomi serta isu proteksionisme AS juga menyebabkan fluktuasi yang tajam dalam harga-harga aset secara global yang kemudian berimbas pada fluktuasi mata uang di seluruh dunia, termasuk rupiah. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News