1
1

Clyde & Co Menangkan Peradilan Kasus Runtuhnya Nacalle Turbin Angin di Thailand

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Media Asuransi, GLOBAL – Tim Clyde & Co di Thailand berhasil mewakili perusahaan asuransi dalam mendapatkan keputusan penting dari Pengadilan Thailand yang mengukuhkan penolakan pertanggungan atas kegagalan bencana turbin angin.

Dilansir dari laman resmi Clyde & Co, Jumat, 12 Januari 2024, keputusan tersebut menyatakan bahwa ketergantungan produsen dan kontraktor pada ‘praktik industri’ tidak cukup untuk mengatasi bukti kelalaian yang diajukan oleh perusahaan asuransi.

|Baca: Produk Alutsista Buatan Indonesia Digunakan Filipina, Begini Respons Jokowi

Kasus ini terkait dengan runtuhnya nacelle turbin angin di Thailand pada 2018. Investigasi menemukan baut yang menahan nacelle dan bilah seberat 195 ton ke menara secara bertahap mengendur dan lepas, hingga baut yang tersisa bergeser karena tekanan yang menyebabkan nacelle dan bilah runtuh sejauh 157 meter ke tanah.

Penyebab melonggarnya baut-baut tersebut adalah karena sub-kontraktor tidak mengencangkan baut sesuai dengan torsi yang diperlukan. Hal ini berarti ketika turbin angin bergerak dan bergetar, baut-baut tersebut mengendur dan berakibat fatal.

Selain itu, ditemukan bahwa seorang karyawan dari pihak penggugat bertanggung jawab untuk mematikan alarm getaran dan menyetel ulang turbin angin tanpa melakukan pemeriksaan. Hal ini seharusnya dapat mencegah terjadinya kerugian.

Turbin angin

Karena turbin angin masih dalam masa pertanggungjawaban cacat maka produsen secara kontrak diwajibkan memperbaiki kerusakan tersebut. Mereka kemudian meminta perusahaan asuransi untuk membayar kerusakan tersebut. Setelah memeriksa fakta-fakta yang ada, perusahaan asuransi mengandalkan berbagai pengecualian termasuk pengecualian untuk kelalaian.

Partner Clyde & Co di Bangkok Ian Johnston mengatakan, pengadilan menemukan meskipun sub-kontraktor bertanggung jawab karena tidak mengencangkan baut dengan benar, kontraktor utama (anak perusahaan dari produsen) telah dibuktikan oleh perusahaan asuransi tidak cukup berhati-hati untuk melepaskan beban mereka memastikan pekerjaan dilakukan dengan benar.

Klaim mereka terhadap perusahaan asuransi ditolak, dengan biaya yang diberikan kepada perusahaan asuransi.

“Keputusan ini menyoroti kontradiksi dalam perjanjian pasokan turbin yang menyatakan produsen akan bertanggung jawab atas pekerjaan sub-kontraktor. Tetapi kemudian memungkinkan mereka untuk melimpahkan biaya pelanggaran kepada perusahaan asuransi dengan premi yang pada akhirnya dibayarkan oleh pemilik,” tukas Ian.

Menurutnya mulai saat ini produsen harus lebih berhati-hati untuk memastikan sub-kontraktor melakukan tugas mereka dengan uji tuntas dan sesuai dengan standar kontrak. Dalam hal asuransi energi terbarukan, hal ini dapat menjadi pengubah permainan karena menuntut produsen untuk memiliki standar yang lebih tinggi daripada praktik industri.

Direktur Hukum di Clyde & Co di Bangkok Sorawat Wongkaweepairot menambahkan pihaknya dapat membuktikan kepada pengadilan bahwa langkah dan ketergantungan produsen dan kontraktor terhadap dokumen jaminan kualitas dari subkontraktor tidak cukup untuk memenuhi kewajiban mereka.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Menilik Perkembangan M&A di Asia pada 2024
Next Post Akhir Pekan, Rupiah Perdagangan Sore Perkasa di Rp15.550/US$

Member Login

or