Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Dadang Sukresna mengatakan bahwa industri asuransi nasional saat ini mengalami masalah-masalah yang sangat berat pasca terjadinya banyak kasus gagal bayar klaim kepada para tertanggung dan konsumen mulai dari yang dikategorikan sistemik seperti kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya, Asuransi Bumiputera, PT Asuransi Bakrie Life, hingga yang bersifat non sistemik seperti kelalaian atau salah kelola yang banyak juga dialami oleh beberapa perusahaan asuransi dalam pembayaran klaim.
“Masalah-masalah gagal bayar klaim asuransi ini lama kelamaan akan menggerus kepercayaan atau trust yang pada akhirnya dapat berakumulasi menjadi krisis kepercayaan kepada industri asuransi nasional,” kata Dadang saat memberikan sambutan dalam Sarasehan Industri Asuransi “ Quo Vadis Industri Asuransi Nasional Pasca Kasus-Kasus Perasuransian dan Reformasi Industri Asuransi” di Jakarta, 27 Februari 2020.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa produk asuransi merupakan produk yang penyerahan atau delivery-nya tidak terjadi pada saat transaksi jual beli asuransi seperti halnya produk lainnya, namun penyerahan baru terjadi pada saat terjadinya klaim di mana tentunya sangat mengandalkan kepada kepercayaan atau trust. Menurut Dadang, pada awalnya konsumen hanya menyandarkan kepercayaan kepada perusahaan asuransi untuk menyerahkan produk atau menepati janjinya pada saat terjadinya klaim sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui bersama sebelumnya. “Namun dalam beberapa tahun terakhir ini industri asuransi nasional mengalami tekanan yang sangat berat karena banyaknya kasus-kasus gagal bayar klaim asuransi yang muncul di masyarakat seperti kasus Bakrie Life, kasus Bumiputera, dan yang terakhir kasus Jiwasraya serta beberapa kasus lain yang menimpa beberapa perusahaan asuransi meskipun untuk kalangan internal atau terbatas saja,” katanya.
Menurut Dadang Sukresna, pada kebanyakan kasus gagal bayar klaim asuransi ini ada banyak faktor yang menyebabkan, namun yang perlu menjadi perhatian bersama saat ini adalah tentang kegagalan dalam penciptaan produk asuransi dan kegagalan dalam pengelolaan investasi, yang berawal dari lemahnya penerapan Risk Governance and Compliance. “Industri asuransi yang pada dasarnya sebagai industri yang mengandalkan kepercayaan (trust) seringkali terjebak dengan tuntutan-tuntutan jangka pendek sehingga pada akhirnya memunculkan praktik-praktik windows dressing serta menciptakan produk-produk yang cepat laku dan atraktif, namun dengan kalkukasi aktuaria yang tidak tepat serta memilih instrumen investasi yang high risks walau memberikan high return, yang kemudian pada akhirnya membuat laporan keuangan dalam hal perhitungan cadangan teknik atau pencatatan nilai investasi yang tidaksesungguhnya,” tuturnya.
Ketua Umum DAI ini menambahkan bahwa dalam penciptaan produk sangat penting perhitungan aktuaria, termasuk di dalamnya perhitungan cadangan teknik asuransi, dan juga tidak kalah pentingnya adalah instrumen investasi yang berpotensi menyebabkan banyak kasus di perusahahaan asuransi. “Permasalahan asuransi yang muncul ke publik hanya kasus Jiwasraya, Bumiputera, dan Baktrie Life, namun sesungguhnya banyak perusahaan asuransi mengalami hal yang sama walau dengan skala dan dampak yang masih bisa dikendalikan sehingga tidak menjadi kasus,” tandasnya. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News