Media Asuransi, JAKARTA – Sejumlah lembaga mengoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level yang lebih rendah. Perang Rusia-Ukraina, kenaikan inflasi, serta melemahnya investasi menjadi penyebabnya.
Bank Indonesia (BI) menjadi lembaga terakhir yang mengoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 4,5-5,3% pada tahun ini. Proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan ramalan BI sebelumnya yakni di kisaran 4,7-5,5%.
Baca juga: MSIG Resmi Menggunakan Sistem eClaims Fermion Merimen
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan penurunan proyeksi tidak bisa dilepaskan dari perang Rusia-Ukraina. Menurutnya, pola pertumbuhan kita mengalami perubahan akibat ketegangan Rusia-Ukraina. Volume ekspor diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelum terjadinya perang.
“Sejumlah mitra dagang menunjukkan penurunan pertumbuhan. Di samping juga masih ada gangguan mata rantai global. Pertumbuhan masih tinggi tapi tidak setinggi sebelumnya karena kenaikan permintaan sedikit lebih rendah,” tutur Perry setelah menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG), Selasa (19/4).
Baca juga: Sasar Mitra UMKM, PCP Express Gandeng Pemprov DKI Jakarta
Sebagai catatan, ekonomi Indonesia terkontraksi sepanjang kuartal II/2020 hingga kuartal I/2021 karena pandemi Covid-19. Pada kuartal IV/2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,02% (year on year/YoY) sementara untuk keseluruhan tahun 2021 tumbuh 3,69%.
Selain BI, lembaga lain juga telah merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai dari Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Central Asia (BCA), dan UOB. Pemerintah sendiri masih mempertahankan outlook pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,8-5,5%.
IMF memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2022 dari 5,6% menjadi 5,4% pada 22 Maret 2022 lalu karena adanya ancaman downside risk dari varian baru Covid-19 serta pengetatan kebijakan moneter.
Sementara itu, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,6-5,1% untuk tahun ini. Proyeksi yang lebih rendah disebabkan dampak perang Rusia-Ukraina yang membuat inflasi melonjak. Pemangkasan proyeksi juga mempertimbangkan naiknya ketidakpastian global serta terganggunya rantai pasok global.
Sementara itu, BCA merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,0% menjadi 4,8% untuk tahun ini. Penurunan investasi serta kebijakan lockdown di China membuat ekonomi Indonesia tidak tumbuh sekencang perkiraan awal. UOB juga memangkas pertumbuhan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8% dari forecast awal 5,0%.
Lockdown China akan berpengaruh ke Indonesia melalui dua jalur yakni perdagangan dan investasi. China merupakan mitra dagang terbesar untuk Indonesia dengan share lebih dari 20% sehingga penurunan aktivitas ekonomi di China akibat lockdown sangat berpengaruh terhadap permintaan ekspor Indonesia.
Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada tahun 2021, China merupakan investor asing terbesar ketiga setelah Singapura dan Hong Kong.
David menjelaskan perang Rusia-Ukraina dan lockdown di China membuat investor asing, terutama China memilih untuk menahan diri. “Investasi kemungkinan akan sangat berpengaruh karena investor memilih wait and see,” kata David.
Pada tahun 2021, investasi tumbuh 3,89%, jauh di bawah rata-rata historisnya yang ada di kisaran 5-6%. Aha
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News